id.pinterest.com |
BIOGRAFI
Charles
Horton Cooley merupakan salah satu sosiolog Amerika Serikat yang menggunakan
pendekatan sosiopsikologis dalam memahami masyarakat. Cooley lahir di Michigan
17 Agustus 1864 dari pasangan Thomas
M. Cooley dan Mary
Elizabeth Horton. Charles adalah anak keempat dari enam
bersaudara. Ayahnya, Thomas Cooley merupakan pengacara terpandang dan menjadi
hakim di pengadilan tinggi Michigan. Ia menikah dengan Elsie Jones tahun 1890
dan memiliki tiga anak. Cooley meninggal pada 7 Mei 1929 karena penyakit kanker
yang dideritanya.
Cooley
kecil memiliki kesulitan berbicara, sehingga ia memiliki sedikit teman. Karena hal
ini, Ia gemar membaca, menulis, dan merenung (mencari ketenangan). Kota Ann
Arbor merupakan kota pelajar dengan suasana yang tenang. Sehingga tidak heran
dengan lingkungan sosial yang demikian membentuk kepribadian Cooley yang suka
menyendiri dan kontemplatif. Cooley sangat mengangumi kesuksesan besar ayahnya,
yang mungkin juga berkontribusi pada kepribadiannya[1].
Diusianya
yang sangat muda yakni 16 tahun, Cooley mulai berkuliah di Universitas Michigan
dan lulus tahun 1887 sehingga menjadikannya sarjana muda. Cooley melanjutkan
studinya untuk belajar ekonomi, politik,
sosiologi dan menerima gelar Ph.D tahun 1894. Ia mengajar di Universitas Michigan mulai tahun 1892, dan
tetap di sana sampai akhir hayatnya. Semasa hidupnya Charles Horton
Cooley menulis karya populernya seperti Human
Nature and Social Order (3 jilid 1902), Social
Organization(1909), Social Process
(1918) serta karya ilmiah lainnya.
ESENSI
THE LOOKING GLASS SELF CHARLES HORTON
COOLEY
Dalam
bukunya berjudul Social Organization, Cooley
menuangkan pemikirannya tentang teori cermin diri atau The Looking Glass Self melalui pendekatan observasional empiris. Sebagai salah satu
murid George Herbet Mead, pemikiran Cooley mendapat pengaruh dari Mead. Buku Social Organization menganut pemikiran
Mead tentang Interaksi Simbolik yang mana dalam bersosialisasi individu
menggunakan simbol dan simbol tersebut memiliki makna. Berbeda dengan Mead, Cooley
cenderung menyukai studi kasus dan menggunakan anak-anaknya sendiri sebagai subyek
pengamatannya.
Cooley
percaya bahwa pembentukan diri atau kepribadian seseorang terjadi melalui interaksi
dengan orang lain. Diri terbentuk melalui dua cara yakni melalui
pengalaman aktual seseorang dan melalui apa yang dibayangkan oleh orang lain
mengenai gagasan dirinya. Hal inilah yang disebut Cooley sebagai “looking glass self” atau cermin diri. Teori
ini mendeskripsikan melalui suatu ibarat mengenai diri individu yang sedang
menatap kaca (bercermin)[2].
Secara
lebih lanjut Cooley mengemukakan konsep diri teori looking glass self dimana cermin tersebut memantulkan apa yang ada
didepannya sehingga seseorang dapat melihat dirinya.
The
concept of symbolic interactionism theory according to Cooley provides three
premises:1)In social interaction there are individual attitudes and actions on
one’sappearance based on their imagination; 2) There is an imagination of
whatthey should judgeregarding one’sappearance; 3)The existence of a certain
kind of self-feeling, such as a sense of self-worth or shame, as a result of
the individual's image of others’ judgement[3].
Dalam
pengamatannya [4]terdapat
tiga unsur dalam looking glass self,
pertama seseorang membayangkan bagaimana dirinya tampak bagi orang lain di
sekitarnya. Kedua, seseorang menafsirkan respon dari orang lain. Ketiga,
seseorang mengembangkan suatu konsep diri. In
Cooley's concept, society is a mirror[5]. Individu
menganggap masyarakat sebagai cermin dan dari cermin tersebut individu menerima
konsep diri berdasarkan tampilan cermin (masyarakat) atau kemampuan kita untuk
melihat diri kita sendiri dalam refleksi atau pandangan orang lain.
CENTANG BIRU INSTRAGAM DALAM PERSPEKTIF THE
LOOKING GLASS SELF
Teori
looking glass self menggambarkan cerminan
individu mengenai bagaimana ia berfikir dan terlihat dihadapan orang lain.
Pemikiran dasar dari teori ini adalah konsep diri seseorang terbentuk karena
dipengaruhi oleh keyakinan individu bahwa orang lain berpendapat mengenai
dirinya.
Menjadi
salah satu platform media sosial paling populer
saat ini, instagram terus melakukan pembaruan dan pengembangan. Sejak awal
perilisannya tahun 2010 silam, Instagram sudah di-download oleh lebih dari 1 miliar pengguna di seluruh dunia.
Tidak heran, jika banyak pengguna Instagram berhasil membangun komunitas
sendiri yang memiliki ketertarikan sama. Dari kalangan tokoh dunia, selebritis,
hingga masyarakat biasa tidak asing dengan media sosial instragram. Instragam
memiliki ciri sendiri yakni centang biru bagi pengguna yang memiliki banyak
pengikut. Centang biru seakan menunjukkan bahwa pemilik akun terkenal di dunia
maya. Dengan banyak pengikut, pemilik akun membangun citra diri sesuai apa yang
diinginkannya.
Melihat
konsep dasar looking glass self , pertama
bahwa seseorang membayangkan dirinya tampak bagi orang lain di sekitarnya. Dalam hal ini, diri sendiri
membayangkan bagaimana orang lain melihat mereka. Sama seperti media sosial
lainnya, pengguna instagram juga mempunyai maksud tertentu. Ada yang ingin
viral hingga dijadikan ladang bisnis. Dengan viral, user mendapat ketenaran dan
menjadi terkenal. Terkenal yang dimaksud yaitu banyak pengikut sehingga banyak yang
mengenal dirinya, banyak yang melihat dan menyukai unggahannya.
Bagi
pengguna instagram, banyak pengikut merupakan sebuah keuntungan. Manfaat centang
biru Instagram seolah menunjukkan bahwa akun pengguna memiliki pengaruh dan
pantas diikuti oleh banyak pengguna lainnya. Hal tersebutlah yang membuat
user berfikir jika dengan terkenal mereka akan dianggap, dihargai dan dihormati
oleh orang lain. Disinilah seseorang membayangkan dirinya bagaimana orang
sekitar atau di dunia maya melihat mereka.
Kedua,
seseorang menafsirkan respon dari orang lain. Unsur ini merupakan bagaimana
seseorang membayangkan penilaian orang lain berdasarkan bagaimana orang
berfikir dan memandang mereka. Hal ini dilakukan dengan memaknai respon atau komentar
yang diberikan sebagai penilaian atau cara pandang orang lain tentang diri user
(pengguna instagram). Tentunya penilaian yang diberikan berbeda-beda.
Jika
penilaian tersebut bersifat positif maka user membayangkan bahwa mereka sudah
diterima dengan baik dan banyak disukai, yang menimbulkan kepuasan dalam
menerima penilian positif tersebut. Begitupun sebaliknya, jika penilaian yang
diberikan bersifat negatif maka mereka beranggapan bahwa mereka tidak diterima
dengan baik. Dengan citra diri yang dibangun di instagram, user juga berharap
bahwa apa yang dibangunnya itulah penilain yang di harapkan dari orang lain
terhadap dirinya. Tentunya penilaian tersebut bersifat positif.
Konsep
ketiga dari Looking Glass Self adalah
seseorang mengembangkan suatu konsep diri. Maksudnya ialah bagaimana individu
membangun konsep diri berdasarkan penilaian orang lain terhadap dirinya. Pengguna
instagram akhirnya mengembangkan konsep diri berdasarkan respon atau komentar
dari orang lain yang diterima, baik respon positif maupun respon negatif. Yang
pada akhirnya menciptakan konsep diri kearah yang positif ataupun konsep diri
negatif.
Dikutip
dari jurnal Padaringan, dalam perjalanan bermedsos dan menghadapi tantangan, jika
pengguna media sosial yakin dan mampu mengatasi masalah, merasa setara dengan
orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, dan mampu memperbaiki diri, maka
konsep diri yang dikembangkan akan mengarah pada konsep diri positif. Tetapi
jika mereka peka pada kritik, responsif terhadap
pujian, hiperkritis, cenderung merasa tidak disenangi oleh orang lain, dan
bersikap pesimis terhadap kompetisi maka konsep diri yang dikembangkan akan
mengarah kepada konsep diri negatif.
Sebagai
contoh kepercayaan dari orang lain. Seorang sudah mendapatkan centang biru,
maka menghadirkan rasa percaya bagi pengguna yang mengikuti. Sebagai contoh
kepercayaan dari orang lain. Bagi akun Instagram artis, influencer,
musisi, dan tokoh terkenal lainnya, centang biru ini menjadi penanda jika akun
yang akan di-follow memang lolos verifikasi atau kredibel untuk diikuti.
Pengguna dengan adanya kepercayaan yang dibangun orang lain terhadap dirinya,
maka user mengembangkan bahwa dirinya bisa dipercaya agar kredibilitasnya tidak
turun. User terus mengembangkan diri sesuai dengan citra yang diberikan
kepadanya. Secara tidak langsung hal ini memberikan dampak positif terhadap
user tersebut.
Saat
ini juga di instagram mulai bermunculan kutipan-kutipan indah tentang menjadi
diri sendiri. Kutipan ini mendorong kita untuk lebih menghargai dan mencintai
diri sendiri. Dari berbagai kutipan tersebut, membuat kita lebih memahami bahwa
dengan menjadi diri sendiri akan membuat kita lebih pecaya diri, mendorong diri
kita untuk terus melangkah maju menuju tujuan, mencintai apa yang sedang kita
kerjakan, lebih dari itu menjadi diri sendiri membuat kita menerima diri kita
apa adanya tanpa harus membandingkan dengan orang lain.
Hal
ini karena saat seseorang dihadapkan dengan beragam masalah maka satu-satunya
cara untuk melawatinya adalah mengsugesti diri sendiri untuk memerangi masalah
agar tidak depresi. Kemauan dan tekat yang kuat mempunyai kendali yang lebih
besar atas diri kita. Maka tidak adil rasanya penilaian orang lain yang belum
tentu mengenal kita secara mendalam menjadi patokan kita dalam mengenal diri
kita sendiri. Jadi, mari menjadi diri sendiri selama berproses di kehidupan
yang indah ini TEMANSOS.
[1] Lewis A. Coser, Charles Horton Cooley: Orangnya, dalam Magister
Pemikiran Sosiologis: Ide dalam Konteks Sejarah dan Sosial (Harcourt,
1977 ISBN 0155551302 ), 314–316.
[2] Shafira, Maya.
Analisis Teori Looking-Glass-Self Cooley: Fenomena Eksistensi Akun Kampus
Cantik dan Konstruksinya di Masyarakat. The Indonesia Journal of Social
Studies. Volume 6 (2) (2022): 12-20
[3] Syam, syahrianti. 2022. Analysis
of Cooley’s “Looking Glass Self” in Mattompang Arajang Ceremony for Bugis Bone
Culture. Italienisch. ISSN: 0171-4996, Vol. 12, No. 1. pp 936-941
[4] Rizki Setiawan,
Rizki dan Nabila, Putri Ayu. Penggunaan Aplikasi Tiktok Dalam Pembentukan
Konsep Diri Remaja Di Desa Pisangan Jaya, Kabupaten Tangerang. Padaringan
Jurnal pendidikan Sosiologi Antropologi. Vol. 4 No. 3 September 2022
[5]
Syahrianti
Syam. Analysis of Cooley’s “Looking Glass Self” in Mattompang Arajang Ceremony
forBugis Bone Culture. Italienisch. Vol. 12, No. 1, 2022, pp 936-941.
No comments:
Post a Comment