Semua
tindakan yang mempengaruhi orang lain adalah tindakan sosial
|
![]() |
sumber:mudabicara.com |
A.
BIOGRAFI
MAX WEBER
Maximilian Weber atau yang lebih dikenal dengan nama Max Weber lahir pada tanggal 21 April 1864 di kota Erfurt, Jerman. Ia lahir dalam keluarga borjuis yang memiliki latar belakang berbeda. Ayahnya bernama Max Weber Sr seorang birokrat yang menduduki posisi relatif penting dan ibu Helene Fallenstein seorang wanita yang sangat religius. Ketika berusia lima tahun keluarganya pindah ke Berlin[1]. Weber remaja pemikiran sangat dipengaruhi oleh kedua orang tuanya.
Tahun 1884
kembali ke berlin untuk mengambil kuliah di Unversitas Berlin, yang kemudian
mendapatkan gelar doktor dan menjadi pengacara. Pada tahun 1896, Max Weber
mendapatkan gelar profesor ekonomi di Heidelberg. Tahun 1893, Ia menikahi
Marisnne Schnitzer. Di tahum 1897 saat karirnya sedang berkembang ayahnya
meninggal dunia dan Weber mengalami keruntuhan mental. Ia sering kali tidak mau
tidur dan bekerja. Tujuh tahun kemudian, tepatnya tahun 1904, Weber kembali
bangkit dan menuliskan karyanya.
Pengaruh Weber dituangkan
melalui karyanya seperti, Economy
and Society (1910), Sociology of Religion (1916), dan Methodological Essays (1902). The
Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism (1905). Salah satu pemikiran
Weber dalam sosiologi yang terkenal lainnya adalah konsep tindakan sosial dalam
karya berjudul " Basic Sociological
Terms ".
Ia meninggal di Munchen, Jerman pada 14 Juni 1920, pada usianya yang ke-56 tahun. Ideologi weber dipengaruhi oleh pendahulunya seperti Karl Marx, Emile Durkheim, Auguste Comte, Georg Simmel, Immanuel Kant Pitirim A. Sorokin. Weber adalah seorang ahli politik, ekonom, geograf, dan sosiolog dari Jerman yang dianggap sebagai salah satu pendiri awal dari Ilmu Sosiologi dan Administrasi negara modern. Secara umum pemikiran Weber banyak mempengaruhi diskursus soal modernitas dan post-modernitas. Selain itu karya-karyanya menjadi rujukan para tokoh sosiolog setelahnya seperti Pierre Bourdieu dan Anthony Gidden.
B.
TEORI
SOSIOLOGI WEBER
Dari
beberapa pemikiran Weber, tulisan ini mengkaji pemikiran Weber yaitu tindakan sosial. Secara umum memang
tujuan sosiologi salah satunya adalah memahami secara mendalam makna subjektif
dari tindakan sosial seorang individu. Dengan menghargai bentuk-bentuk tindakan
individu atau kelompok yang menjadi ciri khasnya, maka orang dapat memahami
alasan-alasan mengapa masyarakat (individu atau kelompok) bertindak. Setiap hal
yang dilakukan adalah sebuah tindakan, begitu juga dengan langkah atau keputusan
seseorang dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam
bukunya yang berjudul Basic Sosiological
Terms Weber membahas kajian sosiologi menurut dirinya, yakni tindakan
sosial. Weber menyatakan bahwa setiap tindakan seseorang (individu) yang
ditujukan kepada individu atau kelompok lain memiliki makna yang bersifat
subjektif. Tindakan tersebut memungkinkan seseorang atau kelompok mampu
mempengaruhi dan menerima pengaruh dari orang lain. Max Weber menggolongkan
tindakan seseorang menjadi empat tipe, diantaranya yakni :
No. |
Tipe
Tindakan Sosial menurut Weber |
||
Tindakan Sosial |
Hakikat |
Contoh |
|
1.
|
Tradisional |
Tindakan yang
diulang secara teratur, menjadi kebiasaan, tidak menjadi persoalan kebenaran
dan keberadaannnya. Tindakan
warisan yang diturunkan dan berlaku turun temurun (mendarah daging). “Saya melakukan ini, karena pendahulu saya
selalu melakukan”. |
Pulang kampung disaat lebaran atau
Idul Fitri. Tradisi Ngaben di Bali untuk menghormati orang yang telah meninggal
dunia. |
2.
|
Afeksi |
Tindakan yang
dilakukan karena dorongan perasaan/emosi (gembira, marah, takut), dilakukan
tanpa melalui pemikiran yang rasional. Bersifat
spontan, tidak rasional, ekpresi emosional individu. |
Hubungan kasih sayang antara dua remaja yang sedang jatuh cinta. Siswa
dihukum guru karena menyontek. |
3. |
Rasional nilai |
Tindakan yang dilakukan dengan melalui pemikiran secara rasional atau memperahatikan nilai-nilai sosial yang ada di masyarakat maupun nilai agama yang ia miliki. Seperti
etika, estetika, agama, dan nilai-nilai lain. |
Orang memilih berjabat tangan mengunakan tangan kanan dari pada tangan kiri. seorang
anak yang berhenti main bola untuk melakukan ibadah. |
4. |
Rasionalitas instrumental |
Tindakan didasari pada akal/rasio (pemikiran rasional) dengan melakukan sesuatu upaya/usaha sehingga dapat mecapai tujuan yang diharapkan. Tindakan
ini berdasarkan perencanaan yang matang serta pertimbangan sebelumnya. |
Seorang
murid belajar demi persiapan ulangan. Membeli sepeda motor agar ketempat kerja tidak terlambat. |
Weber menekankan bahwa tindakan sosial mengandung
makna jika ditujukan atau memperhitungkan keberadaan orang lain. Jika tindakan
yang dilakukan tidak mempengaruhi orang lain maka tindakan itu bukan termasuk
tindakan sosial.
Marah dan membanting barang pribadi. (bukan tindakan
sosial karena tidak mempengaruhi orang lain) |
menanam bunga untuk koleksi
pribadi |
menjadi tindakan sosial, jika |
menjadi tindakan sosial, jika |
Marah, lalu mendorong teman. (ada kemungkinan
dia kesal dan balas mendorongmu lagi) |
menanam bunga untuk diikutkan dalam lomba. |
Berdasarkan contoh tersebut menunjukan bahwa tidak semua tindakan dapat dikatakan sebagai tindakan sosial. Tindakan sosial adalah tindakan yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh orang lain. Oleh karena itu, sebuah tindakan dapat dikatakan sebagai tindakan sosial jika memiliki ciri tertentu.
- Mempunyai arah dan akibat (makna).
- Dilakukan dengan mempertimbangkan perilaku orang lain.
- Mempengaruhi atau dipengaruhi orang lain.
Dari pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa Weber menuangkan pemikiran yang sangat penting dalam dunia sosiologi yakni tentang tindakan sosial. Dalam kehidupan sehari-hari, setiap orang secara sadar dan tidak sadar melakukan tindakan sosial tersebut. Perbuatan orang, perilaku orang, aktivitas orang baik positif maupun negatif yang turut andil mempengaruhi orang lain dan masuk dalam kategori tindakan sosial.
C.
PACARAN
DALAM PRESPEKTIF WEBER
Sebagai
implementasi dari salah satu pemikiran Weber, kita melihat pacaran dari
pandangan Weber. Berpacaran atau lebih dikenal dengan istilah pacaran merupakan
hal yang sering terdengar pada saat ini. Pacaran berasal dari kata ‘pacar’ yang
berarti teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta kasih
atau bisa disebut kekasih. Sebuah hubungan yang lebih dari sekedar pertemanan
antara seorang laki-laki dan perempuan. Pacaran tidak bisa lepas dari remaja,
karena salah satu ciri remaja yang menonjol adalah rasa senang terhadap lawan
jenis disertai keinginan untuk memiliki.
Bennet (Wisnuwardhani, 2012:83)[2] menyebutkan bahwa “Pacaran adalah hubungan pranikah antara pria dan wanita yang diterima oleh masyarakat. Pacaran merupakan salah satu bentuk ekspresi akibat adanya perbedaan naluriah seks antara dua jenis kelamin yang disebabkan oleh kematangan seksual”. Cinta romantis menandai kehidupan percintaan para remaja. Menurut Erikson (Santrock, 2003:239)[3] pengalaman romantis pada masa remaja dipercaya memainkan peran yang penting dalam perkembangan identitas dan keakraban. Cinta romantis meliputi sekumpulan emosi yang saling bercampur seperti rasa takut, marah, hasrat seksual, kesenangan, dan rasa cemburu. Jadi pengalaman remaja terhadap cinta romantis atau hubungan pacaran menjadi salah satu faktor yang sangat mempengaruhi dalam fase perkembangannya. Pacaran juga memiliki beberapa fungsi. Menurut Paul & White (http://repository.radenfatah.ac.id/) fungsi pacaran pada remaja ada 8 yaitu:
Tindakan sosial dilakukan oleh manusia
dalam hubungannya dengan orang lain. Tindakan tersebut dilakukan dengan
mempertimbangkan perilaku orang lain, mempunyai arah dan akibat, serta
dipengaruhi dan mempengaruhi oleh orang lain. Tindakan yang dilakukan mempunyai
makna atau arti subyektif bagi dirinya dan diarahkan kepada tindakan orang
lain. Berpacaran melibatkan sepasang kekasih (perempuan dan laki-laki).
Hubungan ini juga melibatkan keterikatan emosi antara pria dan wanita dengan
makna saling mengenal, dan melihat kesesuaian antara satu sama lain sebagai
pertimbangan sebelum menikah. Tentunya dalam hubungan ini kedua orang tersebut
saling mempengaruhi dan dipengaruhi.
Merujuk pada tipe tindakan sosial dari
pandangan Weber, bahwa pacaran termasuk tindakan sosial. Hal ini karena
terciptanya interaksi antara dua orang yang saling mempengaruhi, diwarnai
dengan keintiman (keterbukaan diri dan rasa kepemilikan). Hasil akhir dari
hubungan pacaran adalah menyatukan kedua orang tersebut kedalam sebuah
pernikahan sebagai suami istri. Pertanyaannya, perlukah menerapkan tindakan
sosial dalam berpacaran? Sudah cukup efektifkah masa pacaran? Atau seperti lagu
mau dibawa kemana hubungan pacaran tersebut?.
Pacaran memang memabukan. Dalam
berpacaran juga perlu mempertimbangkan untung dan rugi secara rasional. Ada
sebagian orang yang merasa bahwa pacaran memperhitungkan untung dan rugi
termasuk hal yang terlalu rasional. Ada sebagian lagi yang menganggap bahwa pacaran
soal rasa (afektif). Tindakan afektif ini tidak bisa disalahkan. Pacaran adalah
soal rasa, tanpa rasa hubungan akan hambar. Pacaran waktunya mengekspresikan
rasa cinta, kasih, sayang sehingga hal yang terlalu rasional yang akan membuat
rasa (afektif) menjadi tidak mengasikkan. Dalam hal ini bahwa, orang
mengimplementasikan tindakan afektifnya Weber. Tindakan yang dilakukan karena
dorongan perasaan atau emosi (gembira, marah, takut), dilakukan tanpa melalui
pemikiran yang rasional. Pacaran adalah sebuah tindakan yang mengatasnamakan
cinta. Orang melibatkan panca indra hingga hati orang untuk memilih. Bahkan
tidak jarang orang melibatkan semua perasaan orang, demi sebuah kepemilikan
bebalut kata jadian.
Tindakan sosial tradisional merupakan
tindakan yang diulang secara teratur, menjadi kebiasaan, tidak menjadi
persoalan kebenaran dan keberadaannnya. Tindakan warisan yang diturunkan dan
berlaku turun temurun (mendarah daging). Dalam hal ini, memilih pasangan hidup
terkadang juga hanya karena mematuhi peraturan orang tua, demi membehagiakan
mereka sebagai bentuk bahwa orang bakti kepada orang tua. Orang sudah
ditanamkan dari kecil bahwa harus patuh terhadap nasihat orang tua. Patuh
terhadap orang tua menjadi aturan turun temurun dan sudah mendarah daging
dengan kebiasaan masyarakat orang. Dalam memilih pasangan orang melibatkan
orang tua bahkan keluarga besar. Keputusan orang tua adalah keputusan yang
terbaik. Hal ini tidak bisa disalahkan dan tidak bisa dibenarkan.
Pacaran memang memabukkan, ditambah lagi
ada keromantisan, jangan sampai orang terlena didalamnya. Seseorang perlu
melibatkan hal-hal yang rasional. Pacaran benar adalah soal Rasa (afektif).
Maukah orang seterusnya hanya mengekspresikan soal rasa tanpa ada akhir dari
hubungan? Kalau keasikan sering memabukan orang pacaran, apakah orang bisa
kenyang, membangun rumah, membiayai kehidupan keluarga, hanya dengan rasa? Perhitungan
nalar juga harus ikut bicara. Tindakan rasionalitas instrumental didasari pada
akal/rasio (pemikiran rasional) dengan melakukan sesuatu upaya atau usaha
sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Tindakan ini berdasarkan
perencanaan yang matang serta pertimbangan sebelumnya. Sekali lagi, jangan
menghabiskan waktu tanpa kepastian. Kita meresikokan banyak hal. Tetapi jangan
juga terburu-buru hanya untuk menikah, kembali lagi, libatkan tindakan
rasional.
Selain tindakan afektif, tradisional,
rasional instrumental, tindakan rasional nilai tidak kalah penting untuk
dilibatkan dalam pacaran. Rasional nilai dilakukan melalui pemikiran secara
rasional atau memperahatikan nilai-nilai sosial yang ada di masyarakat maupun
nilai agama yang dimiliki. Memilih pasangan hidup harus mempertimbangkan nilai
agama, atau bahkan nilai adat istiadat (kebudayaan). Hal ini agar kedua
pasangan kedepannya tidak saling menyalahkan sehingga tidak ada yang dirugikan
nantinya. Sekiranya sudah ada perbedaan yang tidak bisa dipaksa untuk bersatu,
alangkah lebih baik kita melepaskannya dari awal. Jangan memaksa sesuatu yang
tidak bisa disatukan. Dalam ilmu alampun ada campuran bernama heterogen yang
tidak bisa bersatu, air dan pasir, air dan minyak. Dari tindakan rasional
nilai, Weber mengajak kita melihat pacaran dari segi agama dan budaya.
Perilaku berpacaran pada diri tiap
individu tidak pernah sama. Masa pacaran dianggap sebagai masa pendekatan antar
individu dari kedua lawan jenis, ditandai dengan saling mengenal secara pribadi,
baik kekurangan maupun kelebihan masing-masing individu. Saling mengenal satu
sama lain dalam balutan kata pacaran juga ada fungsinya dan manfaatnya. Akhir
dari hubungan pacaran, tidak harus menjadi persoalan benar salahnya. Keputusan
akhir dari hubungan pacaran menjadi pembicaraan serius kedua pasangan. Jika
dalam hubungan terjadi ketidakcocokan dan saling menyakiti, alangkah lebih
baiknya hubungan tersebut diakhiri. Begitupun sebaiknya. Dari hal ini, Weber
mengajak kita bahwa dalam menentukan calon pasangan hidup, perpaduan antara
berbagai jenis tindakan sosial, bahkan keempat dari jenis tindakan sosial itu
dilakukan semuanya.
[1] Doyle Paul Jonhson. 1994. Teori Sosiologi
Klasik dan Modern. Ed. Ke-1. Terjemahan: Robert M.Z. Lawang. (PT Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta), hal 209.
[2] Wisnuwardhani, Dian dan Sri Fatmawati Mashoedi. 2012. Hubungan Interpersonal. Jakarta: Salemba Humanika
[3] Santrock. (2003).
Perkembangan Remaja. Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga.