Wednesday, September 20, 2023

TEORI LOOKING GLASS SELF CHARLES HORTON COOLEY

 

id.pinterest.com

BIOGRAFI

Charles Horton Cooley merupakan salah satu sosiolog Amerika Serikat yang menggunakan pendekatan sosiopsikologis dalam memahami masyarakat. Cooley lahir di Michigan 17 Agustus 1864 dari pasangan Thomas M. Cooley dan Mary Elizabeth Horton. Charles adalah anak keempat dari enam bersaudara. Ayahnya, Thomas Cooley merupakan pengacara terpandang dan menjadi hakim di pengadilan tinggi Michigan. Ia menikah dengan Elsie Jones tahun 1890 dan memiliki tiga anak. Cooley meninggal pada 7 Mei 1929 karena penyakit kanker yang dideritanya.

Cooley kecil memiliki kesulitan berbicara, sehingga ia memiliki sedikit teman. Karena hal ini, Ia gemar membaca, menulis, dan merenung (mencari ketenangan). Kota Ann Arbor merupakan kota pelajar dengan suasana yang tenang. Sehingga tidak heran dengan lingkungan sosial yang demikian membentuk kepribadian Cooley yang suka menyendiri dan kontemplatif. Cooley sangat mengangumi kesuksesan besar ayahnya, yang mungkin juga berkontribusi pada kepribadiannya[1]

Diusianya yang sangat muda yakni 16 tahun, Cooley mulai berkuliah di Universitas Michigan dan lulus tahun 1887 sehingga menjadikannya sarjana muda. Cooley melanjutkan  studinya untuk belajar ekonomi, politik, sosiologi dan menerima gelar Ph.D tahun 1894. Ia mengajar di Universitas Michigan mulai tahun 1892, dan tetap di sana sampai akhir hayatnya. Semasa hidupnya Charles Horton Cooley menulis karya populernya seperti Human Nature and Social Order (3 jilid 1902), Social Organization(1909), Social Process (1918) serta karya ilmiah lainnya.

ESENSI THE LOOKING GLASS SELF CHARLES HORTON COOLEY

Dalam bukunya berjudul Social Organization, Cooley menuangkan pemikirannya tentang teori cermin diri atau The Looking Glass Self melalui pendekatan observasional empiris. Sebagai salah satu murid George Herbet Mead, pemikiran Cooley mendapat pengaruh dari Mead. Buku Social Organization menganut pemikiran Mead tentang Interaksi Simbolik yang mana dalam bersosialisasi individu menggunakan simbol dan simbol tersebut memiliki makna. Berbeda dengan Mead, Cooley cenderung menyukai studi kasus dan menggunakan anak-anaknya sendiri sebagai subyek pengamatannya.

Cooley percaya bahwa pembentukan diri atau kepribadian seseorang terjadi melalui interaksi dengan orang lain.  Diri terbentuk melalui dua cara yakni melalui pengalaman aktual seseorang dan melalui apa yang dibayangkan oleh orang lain mengenai gagasan dirinya. Hal inilah yang disebut Cooley sebagai “looking glass self” atau cermin diri. Teori ini mendeskripsikan melalui suatu ibarat mengenai diri individu yang sedang menatap kaca (bercermin)[2].

Secara lebih lanjut Cooley mengemukakan konsep diri teori looking glass self dimana cermin tersebut memantulkan apa yang ada didepannya sehingga seseorang dapat melihat dirinya.

The concept of symbolic interactionism theory according to Cooley provides three premises:1)In social interaction there are individual attitudes and actions on one’sappearance based on their imagination; 2) There is an imagination of whatthey should judgeregarding one’sappearance; 3)The existence of a certain kind of self-feeling, such as a sense of self-worth or shame, as a result of the individual's image of others’ judgement[3].

Dalam pengamatannya [4]terdapat tiga unsur dalam looking glass self, pertama seseorang membayangkan bagaimana dirinya tampak bagi orang lain di sekitarnya. Kedua, seseorang menafsirkan respon dari orang lain. Ketiga, seseorang mengembangkan suatu konsep diri. In Cooley's concept, society is a mirror[5]. Individu menganggap masyarakat sebagai cermin dan dari cermin tersebut individu menerima konsep diri berdasarkan tampilan cermin (masyarakat) atau kemampuan kita untuk melihat diri kita sendiri dalam refleksi atau pandangan orang lain.

CENTANG BIRU INSTRAGAM  DALAM PERSPEKTIF  THE LOOKING GLASS SELF

Teori looking glass self menggambarkan cerminan individu mengenai bagaimana ia berfikir dan terlihat dihadapan orang lain. Pemikiran dasar dari teori ini adalah konsep diri seseorang terbentuk karena dipengaruhi oleh keyakinan individu bahwa orang lain berpendapat mengenai dirinya.

Menjadi salah satu platform media sosial paling populer saat ini, instagram terus melakukan pembaruan dan pengembangan. Sejak awal perilisannya tahun 2010 silam, Instagram sudah di-download oleh lebih dari 1 miliar pengguna di seluruh dunia. Tidak heran, jika banyak pengguna Instagram berhasil membangun komunitas sendiri yang memiliki ketertarikan sama. Dari kalangan tokoh dunia, selebritis, hingga masyarakat biasa tidak asing dengan media sosial instragram. Instragam memiliki ciri sendiri yakni centang biru bagi pengguna yang memiliki banyak pengikut. Centang biru seakan menunjukkan bahwa pemilik akun terkenal di dunia maya. Dengan banyak pengikut, pemilik akun membangun citra diri sesuai apa yang diinginkannya.

Melihat konsep dasar looking glass self , pertama bahwa seseorang membayangkan dirinya tampak bagi orang lain di sekitarnya. Dalam hal ini, diri sendiri membayangkan bagaimana orang lain melihat mereka. Sama seperti media sosial lainnya, pengguna instagram juga mempunyai maksud tertentu. Ada yang ingin viral hingga dijadikan ladang bisnis. Dengan viral, user mendapat ketenaran dan menjadi terkenal. Terkenal yang dimaksud yaitu banyak pengikut sehingga banyak yang mengenal dirinya, banyak yang melihat dan menyukai unggahannya.

Bagi pengguna instagram, banyak pengikut merupakan sebuah keuntungan. Manfaat centang biru Instagram seolah menunjukkan bahwa akun pengguna memiliki pengaruh dan pantas diikuti oleh banyak pengguna lainnya.  Hal tersebutlah yang membuat user berfikir jika dengan terkenal mereka akan dianggap, dihargai dan dihormati oleh orang lain. Disinilah seseorang membayangkan dirinya bagaimana orang sekitar atau di dunia maya melihat mereka.

Kedua, seseorang menafsirkan respon dari orang lain. Unsur ini merupakan bagaimana seseorang membayangkan penilaian orang lain berdasarkan bagaimana orang berfikir dan memandang mereka. Hal ini dilakukan dengan memaknai respon atau komentar yang diberikan sebagai penilaian atau cara pandang orang lain tentang diri user (pengguna instagram). Tentunya penilaian yang diberikan berbeda-beda.

Jika penilaian tersebut bersifat positif maka user membayangkan bahwa mereka sudah diterima dengan baik dan banyak disukai, yang menimbulkan kepuasan dalam menerima penilian positif tersebut. Begitupun sebaliknya, jika penilaian yang diberikan bersifat negatif maka mereka beranggapan bahwa mereka tidak diterima dengan baik. Dengan citra diri yang dibangun di instagram, user juga berharap bahwa apa yang dibangunnya itulah penilain yang di harapkan dari orang lain terhadap dirinya. Tentunya penilaian tersebut bersifat positif.

Konsep ketiga dari Looking Glass Self adalah seseorang mengembangkan suatu konsep diri. Maksudnya ialah bagaimana individu membangun konsep diri berdasarkan penilaian orang lain terhadap dirinya. Pengguna instagram akhirnya mengembangkan konsep diri berdasarkan respon atau komentar dari orang lain yang diterima, baik respon positif maupun respon negatif. Yang pada akhirnya menciptakan konsep diri kearah yang positif ataupun konsep diri negatif.

Dikutip dari jurnal Padaringan, dalam perjalanan bermedsos dan menghadapi tantangan, jika pengguna media sosial yakin dan mampu mengatasi masalah, merasa setara dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, dan mampu memperbaiki diri, maka konsep diri yang dikembangkan akan mengarah pada konsep diri positif. Tetapi jika mereka peka pada kritik, responsif  terhadap pujian, hiperkritis, cenderung merasa tidak disenangi oleh orang lain, dan bersikap pesimis terhadap kompetisi maka konsep diri yang dikembangkan akan mengarah kepada konsep diri negatif.

Sebagai contoh kepercayaan dari orang lain. Seorang sudah mendapatkan centang biru, maka menghadirkan rasa percaya bagi pengguna yang mengikuti. Sebagai contoh kepercayaan dari orang lain. Bagi akun Instagram artis, influencer, musisi, dan tokoh terkenal lainnya, centang biru ini menjadi penanda jika akun yang akan di-follow memang lolos verifikasi atau kredibel untuk diikuti. Pengguna dengan adanya kepercayaan yang dibangun orang lain terhadap dirinya, maka user mengembangkan bahwa dirinya bisa dipercaya agar kredibilitasnya tidak turun. User terus mengembangkan diri sesuai dengan citra yang diberikan kepadanya. Secara tidak langsung hal ini memberikan dampak positif terhadap user tersebut.

Saat ini juga di instagram mulai bermunculan kutipan-kutipan indah tentang menjadi diri sendiri. Kutipan ini mendorong kita untuk lebih menghargai dan mencintai diri sendiri. Dari berbagai kutipan tersebut, membuat kita lebih memahami bahwa dengan menjadi diri sendiri akan membuat kita lebih pecaya diri, mendorong diri kita untuk terus melangkah maju menuju tujuan, mencintai apa yang sedang kita kerjakan, lebih dari itu menjadi diri sendiri membuat kita menerima diri kita apa adanya tanpa harus membandingkan dengan orang lain.

Hal ini karena saat seseorang dihadapkan dengan beragam masalah maka satu-satunya cara untuk melawatinya adalah mengsugesti diri sendiri untuk memerangi masalah agar tidak depresi. Kemauan dan tekat yang kuat mempunyai kendali yang lebih besar atas diri kita. Maka tidak adil rasanya penilaian orang lain yang belum tentu mengenal kita secara mendalam menjadi patokan kita dalam mengenal diri kita sendiri. Jadi, mari menjadi diri sendiri selama berproses di kehidupan yang indah ini TEMANSOS.






[1] Lewis A. Coser, Charles Horton Cooley: Orangnya, dalam Magister Pemikiran Sosiologis: Ide dalam Konteks Sejarah dan Sosial (Harcourt, 1977 ISBN 0155551302 ), 314–316.

[2] Shafira, Maya. Analisis Teori Looking-Glass-Self Cooley: Fenomena Eksistensi Akun Kampus Cantik dan Konstruksinya di Masyarakat. The Indonesia Journal of Social Studies. Volume 6 (2) (2022): 12-20

[3] Syam, syahrianti. 2022. Analysis of Cooley’s “Looking Glass Self” in Mattompang Arajang Ceremony for Bugis Bone Culture. Italienisch. ISSN: 0171-4996, Vol. 12, No. 1. pp 936-941

[4] Rizki Setiawan, Rizki dan Nabila, Putri Ayu. Penggunaan Aplikasi Tiktok Dalam Pembentukan Konsep Diri Remaja Di Desa Pisangan Jaya, Kabupaten Tangerang. Padaringan Jurnal pendidikan Sosiologi Antropologi. Vol. 4 No. 3 September 2022

[5] Syahrianti Syam. Analysis of Cooley’s “Looking Glass Self” in Mattompang Arajang Ceremony forBugis Bone Culture. Italienisch. Vol. 12, No. 1, 2022, pp 936-941.