Monday, August 8, 2022

PENERAPAN TEORI FUNGSIONAL STRUKTURAL DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI

 

sumber: dosensosiologi.com

A.            ESENSI FUNGSIONAL STRUKTURAL

Fungsionalisme struktural[1] adalah salah satu paham (perspektif) dalam sosiologi yang memandang masyarakat sebagai satu sistem yang terdiri dari bagian-bagian saling berhubungan satu sama lain, di mana bagian yang satu tidak dapat berfungsi tanpa bagian yang lain. Perkembangan fungsionalisme didasarkan atas model perkembangan sistem organisme yang didapat dalam biologi. Asumsinya bahwa setiap elemen (unsur) kehidupan masyarakat harus fungsional sehingga masyarakat secara keseluruhan bisa menjalankan fungsinya dengan baik. Sebaliknya kalau tidak fungsional maka struktur itu tidak akan ada atau akan hilang dengan sendirinya (punah).

Teori fungsionalisme struktural menekankan pada keteraturan sosial di masyarakat. Teori ini menganggap masyarakat sebagai organisme yang saling berkaitan satu sama lain dan mengemukakan keseimbangan sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Konsep utamanya adalah fungsi, disfungsi, fungsi laten, fungsi manifest dan keseimbangan. Susunan dalam teori ini menjelaskan bahwa hakekatnya masyarakat ingin hidup dalam persatuan, kedamaian, ketentraman, ketenangan, tanpa kesenjangan sosial yang membatasianya.

Menurut teori ini masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang bagian-bagiannya saling berkaitan dan menyatu dalam keseimbangan. Perubahan yang terjadi pada suatu bagian akan membawa perubahan pada bagian lainnya. Jika sebuah elemen tidak bisa diubah untuk menjaga keseimbanga (equilibrium) maka seluruh sistem harus diubah. Perubahan sosial dalam pandangan teori fungsional structural bersifat evolutif dan bukannya revolusioner. Sama halnya dengan pendekatan lain, pendekatan struktural fungsional juga bertujuan untuk mencapai keteraturan sosial. 

B.            TOKOH-TOKOH TEORI FUNGSIONAL STRUKTURAL

Teori fungsionalisme struktural menjadi suatu bangunan teori yang paling besar pengaruhnya dalam ilmu sosial di abad sekarang. Masyarakat abad ini menginginkan kehidupan yang damai, bertoleransi, bersatu, tanpa terjadi kesenjangan dalam masyarakat. Adapun tokoh yang pertama kali mencetuskan fungsional structural diantaranya:

1.             August Comte

Comte adalah salah satu tokoh aliran positivisme yang percaya bahwa masyarakat adalah bagian dari alam dimana metode-metode penelitian empiris dapat digunakan untuk menemukan hukum-hukum sosial kemasyarakatan. Comte[2] melihat bahwa masyarakat sebagai suatu keseluruhan organik dan pada kenyataannya lebih dari bagian-bagian yang saling tergantung. Comte mengajukan tiga metode empiris untuk mengerti tentang masyarakat sehinggan mampu menciptakan masyarakat yang adil dan baik. Metode tersebut yakni pengamatan, eksperimen, dan perbandingan.

Comte memiliki konsep normatif tentang masyarakat yang ‘baik’. Bagi Comte, kebaikan itu segala sesuatu yang mempunyai kontribusi untuk mempertahankan masyarakat secara menyeluruh. Masyarakat yang baik adalah masyarakat yang teratur yang selalu berada di dalam keseimbangan seperti yang terjadi sebelum revolusi Prancis. Sehingga untuk menciptakan masyarakat yang adil, diperlukan metode positif yang kepastiannya tidak dapat digugat.

Selain itu, Auguste Comte[3] juga membandingkan masyarakat dengan organisme yaitu makhluk hidup baik tumbuhan maupun hewan. Jika biologi mempelajari organisme individual yaitu tumbuhan atau hewan, maka sosiologi mempelajari organisme sosial yakni masyarakat itu sendiri. Di dalam biologi, organisme individual (tumbuhan dan hewan) memiliki sel-sel, maka di dalam organisme sosial (masyarakat), sel-sel itu adalah keluarga-keluarga. Selain itu, Comte juga membandingkan jaringan-jaringan dalam organisme individual (tumbuhan atau hewan) dengan kelas-kelas sosial dan kasta-kasta dalam masyarakat. Serta anggota-anggota tubuh dari organisme biologis dibandingkan dengan kota-kota dan komunitas-komunitas di dalam dunia sosial.

2.             Emile Durkheim

Teori kemajuan dan pembagian kerja dari Emile Durkheim, yang menyatakan bahwa karena faktor kemajuan dan pembagian kerja, maka masyarakat berkembang dan berubah dari sistem masyarakat yang mekanik ke sistem masyarakat yang organik. Durkheim mengungkapkan bahwa masyarakat adalah sebuah kesatuan dimana di dalamnya terdapat bagian-bagian yang dibedakan. Bagian-bagian dari sistem tersebut mempunyai fungsi masing-masing yang membuat sistem menjadi seimbang. Bagian tersebut saling ketergantungan (interdependensi) satu sama lain dan fungsional, sehingga jika ada yang tidak berfungsi maka akan merusak keseimbangan sistem.

Studi yang menjadi perhatian utama Durkheim adalah keteraturan dan tata tertib sosial. Perhatian Durkheim terhadap fakta-fakta sosial, struktur sosial, dan hubungan dengan kebutuhan masyarakat sebagai satu keseluruhan memberikan sumbangsih pada bagian-bagian dari organisme sosial dan hubungan tambal balik serta dampakanya bagi masyarakat. 

3.             Herbet Spencer

Dalam membahas struktur masyarakat, comte menerima premis bahwa masyarakat adalah laksana organisme hidup[4]. Sosiolog kebangsaan Inggris ini, juga membandingkan masyarakat dengan organisme individual (tumbuhan atau hewan) dengan masyarakat. Spencer melihat beberapa kesamaan antara organisme individual (tumbuhan atau hewan)  dengan organisme sosial (masyarakat).

Secara umum, fungsionalisme struktural berdasarkan pada beberapa ide dari tiga sosiolog klasik ini. Aguste Comte mengembangkan analogi mengenai organisme. Herbert Spencer mengembangkan analogi Comte mengenai persamaan organisme dan masyarakat. Emile Durkheim menggabungkan pemikiran Comte dan Spencer bahwa masyarakat terdiri dari bagian-bagian yang satu dan lainnya saling membutuhkan karena memiliki fungsi yang berbeda untuk menciptakan sebuah kestabilan.

C.           PENDUKUNG TEORI FUNGSIONAL STRUKTURAL

Pendukung teori ini memusatkan perhatian mereka pada sistem sosial sebagai satu keseluruhan dan memperhatikan dampak dari berbagai komponen yang berbeda-beda terhadap keseluruhan. Menurut mereka, bagian-bagian dari sistem tersebut memberikan kontribusi positif terhadap masyarakat tersebut. Mereka juga melihat bahwa bagian-bagian itu mempunyai hubungan terhadap satu sama lain sehingga perubahan pada salah satu komponen akan menyebabkan perubahan juga pada bagian lain

1.             Talcott Parsons

Parsons tokoh sosiologi fungsional struktural terkemuka dari Amerika, secara khusus membahas hubungan antara kepribadian individual, sistem sosial, sistem budaya. Talcott Parsons memberikan penjelasan mengenai teori fungsional struktural sebagai bagian keseimbangan dalam institusi sosial, yang apabila masyarakat berhasil menjalankan tugas serta fungsinya dengan baik, tanpa memberikan perbedaan sedikitpun. Parsons percaya bahwa masyarakat terdiri dari sistem sosial yang saling terkait dan fungsional.

Teori Fungsionalisme struktural yang dipaparkan oleh Talcott Parsons membahas tentang skema AGIL. Paradigma AGIL adalah gambaran mengenai keperluan sosial atau kebutuhan fungsional tertentu, di mana setiap anggota masyarakat harus menjaganya untuk memelihara kehidupan sosial yang stabil. AGIL merupakan singkatan dari Adaptation, Goal, Integration, dan Latency[5].


Menurut Parsons keempat skema ini harus saling berkaitan. Jika salah satu dari skema ini tidak dijalankan, maka skema-skema yang lainnya akan sia-sia untuk dilakukan. Maksudnya, sebuah sistem (tindakan) akan berlaku jika skema A-G-I-L ini dijalankan.

2.             Robert K. Merton

Merton berupaya mengembangkan analisisnya tentang teori Struktural Fungsionalisme dengan beberapa pokok pikiran baru yakni mengenai disfungsi, fungsi yang tampak (manifest function), dan fungsi yang tak tampak (latent function). Menurut Merton, fungsi-fungsi didefinisikan sebagai ―konsekuensi-konsekuensi yang diamati yang dibuat untuk adaptasi atau penyesuaian suatu sistem tertentu.

Robert K. Merton seorang pentolan teori ini berpendapat bahwa obyek analisa sosiologi adalah fakta sosial, seperti: peranan sosial, pola-pola institusional, proses sosial, organisasi kelompok, organisasi kelompok, pengendalian sosial, dan sebagainya. Hampir semua penganut teori ini berkecenderungan untuk memusatkan perhatiannya kepada fungsi dari satu fakta sosial terhadap fakta sosial yang lain. Hanya saja menurut Merton pula, sering terjadi percampuradukan antara motif-motif subyektif dengan pengertian fungsi.

Fungsi adalah akibat-akibat yang dapat diamati yang menuju adaptasi atau penyesuaian dalam suatu sistem. Oleh karena fungsi itu bersifat netral secara ideologis, maka Merton mengajukan pula satu konsep yang disebut: dis-fungsi. Sebagaimana struktur sosial atau pranata sosial dapat menyumbang terhadap pemeliharaan fakta-fakta sosial lainnya. sebaliknya, fungsi juga dapat menimbulkan akibat-akibat yang bersifat negatif. Contohnya perbudakan dalam sistem sosial 9 Amerika Serikat lama, khususnya di bagian selatan. Perbudakan tersebut jenis fungsional bagi masyarakat Amerika kulit putih. Karena sistem tersebut dapat menyediakan tenaga buruh yang murah, memajukan ekonomi pertanian kapas serta menjadi sumber bagi status sosial terhadap kulit putih. Tetapi sebaliknya, perbudakan mempunyai disfungsi. Sistem perbudakan membuat orang sangat tergantung kepada sistem ekonomi agraris sehingga tidak siap untuk memasuki industrialisasi[6].

Uraian di atas terlihat bahwa suatu pranata (institusi) tertentu dapat fungsional bagi unit sosial tertentu dan sebaliknya disfungsional bagi unit sosial yang lain. Perbudakan itu fungsional bagi unit kulit putih dan disfungsinal bagi unit sosial negro. Merton melihat konsep lain mengenai sifat dari fungsi. Merton membedakannya atas fungsi manifest dan fungsi laten. Fungsi manifest adalah fungsi yang diharapkan. Fungsi manifest dari institusi perbudakan di atas adalah untuk meningkatkan produktivitas di Amerika Serikat bagian Selatan. Sedangkan fungsi laten adalah fungsi yang tidak diharapkan. Fungsi latennya adalah menyediakan kelas rendah yang luas yang memungkinkan peningkatan status sosial orang kulit putih. Fungsi laten ini berhubungan dengan konsep Merton lainnya yang disebut: un anticipated qonsequences[7].

3.             Lewis Coser

Konflik dapat merupakan proses yang bersifat instrumental dalam pembentukan, penyatuan dan pemeliharaan struktur sosial. Konflik dapat menempatkan dan menjaga garis batas antara dua atau lebih kelompok[8]. Konflik dengan kelompok lain dapat memperkuat kembali identitas kelompok dan melindunginya agar tidak lebur ke dalam dunia sosial sekelilingnya.

Coser melihat katup penyelamat (wadah penyelesaian konflik) berfungsi sebagai jalan ke luar yang meredakan permusuhan. Coser menyebut katup penyelamat sebagai penyedia objek pengalih konflik antara dua belah pihak yang bermasalah. Tujuan utama pengalihan konflik adalah agar konflik tidak berdampak pada masyarakat secara keseluruhan. Tanpa katup penyelamat hubungan di antara pihak yang bertentangan akan semakin menajam. Katup penyelamat merupakan sebuah institusi pengungkapan rasa tidak puas atas sebuah sistem atau struktur. Contoh katup penyelamat misalnya kompetisi olahraga antarsekolah dengan maksud menyalurkan ekspresi pelajar dan menghindarkan kemungkinan konflik, misalnya tawuran. 

Coser sangat menentang para ahli sosiologi yang selalu melihat konflik hanya dalam pandangan negatif saja. Perbedaan merupakan peristiwa normal yang sebenarnya dapat memperkuat struktur sosial. Coser mengenalkan katup penyelamat yang dapat dipakai untuk mempertahankan kelompok dari kemungkinan konflik sosial sehingga struktural fungsional dalam masyarakat tetap terjaga. Dengan demikian Coser menolak pandangan bahwa ketiadaan konflik sebagai indikator dari kekuatan dan kestabilan suatu hubungan. Jadi fungsional struktur Lewis Coser mempertahankan struktur melalui konflik.

4.             Piter Michael Blau

Dalam buku Exchange and Power in Social Life, Peter Blau muncul mengkritik paradigma salah satu tokoh utama fungsionalis yakni Talcot Parsons. Jika Parsons berpendapat bahwa human behavior (perilaku individu) hanya dipengaruhi oleh sistem nilai individu, tidak demikian dengan Blau. Blau berpendapat bahwa human behavior dipengaruhi oleh sistem nilai individu dan sistem nilai lingkungan sosialnya (nilai masyarakat).

Pusat perhatian Blau dalam proses petukaran ialah perilaku manusia dan hubungan di antara individu dan kelompok.  Paradigma Peter Blau berusaha menggabungkan antara teori mikro dan makro dan mengkonsepkan kekuasaan lebih mendominasi dalam pertukaran sosial. Oleh karena itu, ia menandai adanya saling ketergantungan antara pertukaran sosial di tingkat mikro dan munculnya struktur sosial yang lebih makro. (Salim, 2008: 56)

Menurut Blau, banyak orang tertarik satu sama lain karena banyak alasan yang memungkinkan mereka membangun sebuah perkumpulan (asosiasi) sosial atau organisasi sosial. Jika ikatan awal sudah terbentuk, maka ganjaran (reward) yang diberikan kepada sesamanya dapat berfungsi untuk mempertahankan dan menguatkan ikatan itu. Apabila ganjaran yang didapat tidak seimbang maka dapat memperlemah atau bahkan menghancurkan perkumpulan itu sendiri yang akan melahirkan sebuah eksploitasi kekuasaan.  Ganjaran yang dimaksud bersifat intrinsik dan ekstrinsik. Ganjaran intrinsik, seperti pujian, kehormatan, cinta, kasih sayang, afeksi, dan lain-lain. Ganjaran ekstrinsik, seperti benda-benda tertentu, uang dan jasa. Apabila setiap kelompok tidak mampu memberi ganjaran secara seimbang, maka disitulah ketimpangan kekuasaan terjadi. (Ritzer, 2010: 343- 344).

Blau memengajukan empat langkah berurutan, mulai dari pertukaran antar pribadi ke struktur sosial hingga ke perubahan sosial. Kekuasaan juga dapat diperoleh melalui pemberian terus menerus pelayanan dari surplus semberdaya pada yang membutuhkan. Dalam sebuah organisasi yang berkuasa dilahirkan dari kemampuan individu menarik perhatian pihak lain tentang kompetensi yang dimiliki. Stabilisasi kekuasaan pun kemudian terjadi. Misalnya, ketika pemimpin berhasil menjaga keutuhan nilai dan norma bersama kelompok, dan ketika seorang pemimpin selalu memberikan reward kepada para pegawainya, sehingga pegawai akan meningkatkan kinerja dan loyalitas kepada pemimpinnya.

Apabila seseorang membutuhkan sesuatu dari orang lain, namun tidak memberikan apapun sebagai tukarannya, maka akan terjadi 4 kemungkinan. Pertama, orang tersebut dapat memaksa orang lain untuk membantunya. Kedua, orang tersebut akan mencari sumber lain untuk memenuhi kebutuhannya. Ketiga, orang tersebut dapat mencoba terus bergaul dengan baik tanpa mendapat dan mengharapkan apa yang dibutuhkannya dari orang lain. Keempat, orang tersebut mungkin akan menundukkan diri terhadap orang lain yang dapat memberikan penghargaan yang sebanding dengan apa yang ia lakukan.

Melihat konsepsi di atas, dapat ditarik suatu pemahaman; Pertama, individu yang membutuhkan orang lain berupaya untuk mendapatkan dukungan dan bantuan demi terciptanya hubungan yang menguntungkan. Kedua, orang yang berada dalam relasi tersebut bertindak mencari kebutuhan dan jika tidak ada ganjaran yang diperolahnya maka hubungan yang terbangun akan berantakan. Ketiga, adanya pembedaan hubungan di antara individu sehingga terjadi pertentangan maka hal itu mendasari terjadinya perubahan atau peralihan dalam hubungan tersebut. Keempat, konsep hubungan yang terjalin dalam masyarakat hanya mengarah pada norma dan nilai untuk mendapatkan pernghargaan yang diharapkan.

D.           PENERAPAN FUNGSIONAL STRUKTURAL DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI

Teori Fungsionalis Struktural masyarakat dianggap sebagai organisme biologis, terdiri dari bagian-bagian yang saling membutuhkan satu sama lain agar organisme tersebut tetap hidup. Bagian-bagian tersebut memiliki fungsi yang berbeda untuk menciptakan sebuah kestabilan. Ketika ada satu bagian yang tidak berfungsi, akan menyebabkan kerusakan sistem dalam masyarakat tersebut. Oleh karena itu, teori fungsional struktural dianggap sebagai teori yang dapat menciptakan keteraturan sosial di masyarakat.

Awal kemunculannya, teori fungsionalisme merujuk pada peranan masyarakat dalam lingkup besar, ketimbang peranan masyarakat sebagai individu dalam suatu komunitas. Masyarakat luas terdiri dari berbagai elemen atau insitusi. Elemen-elemen itu antara lain  ekonomi, politik, hukum, agama, pendidikan, keluarga, kebudayaan, adat-istiadat, dan lain-lain. Seturut pandangan teori ini, masyarakat luas akan berjalan normal kalau masing-masing elemen atau institusi menjalankan fungsinya dengan baik. Kemacetan pada salah satu institusi akan menyebabkan kemacetan pada institusi-institusi lain dan pada akhirnya akan menciptakan kemacetan pada masyarakat secara keseluruhan.

Guna memahami teori ini secara lebih baik, kita bisa menganalisa bisnis penerbangan yang berada di bandara udara. Berdasarkan struktur, bisnis penerbangan itu terdiri dari pelbagai unsur, elemen, atau komponen, seperti pesawat, pilot, pramugari, penjual tiket, ahli mesin, penumpang, petugas menara, karyawan restoran, dan sebagainya. Seturut teori fungsionalisme struktural, bisnis penerbangan itu akan berjalan lancar kalau masing-masing komponen tersebut di atas menjalankan fungsinya dengan baik. Kemacetan atau perubahan pada salah satu bagian akan menimbulkan kemacetan atau perubahan pada bagian yang lain sehingga menciptakan ketidak-seimbangan atau kemacetan[9].

Pada implementasinya dalam kehidupan sekarang ini misalnya, membayar pajak, pendidikan, dan lapangan pekerjaan. Membayar pajak yang dilakukan oleh masyarakat. Sejatinya pajak digunakan untuk kepentingan bersama baik untuk pembangunan infrastruktur maupun kegiatan ekonomi yang dikelola dengan baik oleh pemerintah, maka unsur konstitutif dan unsur deklaratif akan terpenuhi. Apabila dana pajak di gunakan tidak semestinya, maka akan terjadi ketidakseimbangan dalam membangun unsur-unsur tersebut. Kecenderungan masyarakat yang rajin membayar pajak secara tidak langsung telah memikirkan kebersamaan dalam hidupanya.

Lembaga pendidikan merupakan bagian struktural fungsional. Masyarakat yang ingin hidup lebih baik dan siap terhadap bentuk perubahan sosial (modernisasi), maka harus memiliki pendidikan tinggi. Dengan hal ini maka, pemerintah berperan memberikan fasilitas pendidikan pendidikan tertentu. Misalnya saja untuk memperbaiki SDM pemerintah membangun pendidikan formal dan wajib belajar 9 tahun. Untuk membangun karakter yang baik pemerintah membangun pendidikan nonformal. Untuk menunjang keterampilan pemerintah kemudian menyusun dan membangun pendidikan informal. Kehidupan masyarakat yang tentram, teratur, seperti yang diharapkan dalam fungsional structural, maka selain pendidikan, pemerintah juga memberi solusi untuk lapangan pekerjaan. Dengan lowongan kerja yang di dorong pemerintah sebagai cara untuk mengatasi pengangguran. 

 



[1] Raho, Bernard. 2021. Teori Sosiologi Modern (Edisi Revisi). Maumere: Ledalero. Hal 65-66

[2] Anto, Rusdi. 2018. Teori-Teori Sosiologi Hukum Fungsional Struktural. Article. (https://www.researchgate.net/publication/326610706)

[3] Raho, Bernard. 2021. Teori Sosiologi Modern (Edisi Revisi). Maumere: Ledalero. Hal 62-63

[4] Paloma, Margaret. 1984. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: CV. Rajawali. Hal. 23

[5] George Ritzer dan Douglas J. Goodman. 2010. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana. Hal 121.

[6] George Ritzer. 2009. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta: RajaGrafindo Persada halm 22.

[7] Muhammad Solikhudin. 2016. Penyalahgunaan Narkoba Dalam Masyarakat: Sebuah Analisis Teori Struktural Fungsionalisme. Tamaddun Volume 1, Nomor 1. Hal33-48.

[8] M. Wahid Nur Tualeka. 2017. Teori Konflik Sosiologi Klasik Dan Modern. JURNAL AL-HIKMAH, Volume, 3 Nomor, 1, Januari 2017. SSN 2407-9146

[9] Raho, Bernard....... Maumere: Ledalero. Hal 66