A.
BIOGRAFI
EMILE DURKHEIM
sumber: fahdisjro.com
Emile Durkheim adalah seorang filsafat sekaligus sosiolog lahir di Perancis tepatnya di kota Epinal provinsi Lorraine pada tanggal 15 April 1858. Ia adalah murid dari Auguste Comte. Durkheim dilahirkan dalam keluarga agamis. Ayahnya seorang pendeta Yahudi, Durkheim kala itu sebagai seorang pemuda sangat dipengaruhi oleh guru-guru sekolahnya yang beragama Katolik Roma. Mungkin pengaruh inilah yang menambah keterikatannya terhadap masalah agama.
Sejak
muda Durkheim telah menyatakan dirinya sebagai seorang agnostik. Agnostik
adalah merupakan kelompok yang ragu atas keberadaan Tuhan, Tentu saja, sikap
ini bersimpangan dan kontras dengan ayahnya dan apa yang telah dipelajarinya
dari guru-guru Katoliknya sejak muda. Pada akhirnya Durkheim dikenal sebagai
seorang Atheis yang kuat dan selalu bersifat Agnostik.
Minat
Durkheim dalam fenomena sosial juga didorong oleh politik. Kekalahan Perancis
dalam perang Perancis-Prusia telah memberikan pukulan terhadap pemerintahan
republikan yang sekuler. Banyak orang menganggap pendekatan Katolik, dan sangat
nasionalistik sebagai jalan satu-satunya untuk menghidupkan kembali kekuasaan
Perancis yang memudar di daratan Eropa. Durkheim, seorang Yahudi dan sosialis,
berada dalam posisi minoritas secara politik, suatu situasi yang membakarnya
secara politik. Peristiwa Dreyfus pada 1894 hanya memperkuat sikapnya sebagai
seorang aktivis.
Pada
tahun 1882 setelah lulus, Emile Durkheim menjadi guru sekolah menengah,
kemudian Ia belajar filsafat di Jerman. Emile Durkheim sangat tertarik
pada karya-karya filsafat seperti Auguste Comte, F. de Coulenges, C.H.
Smint Simon, dan belajar karya-karya psikologi Wundt dan Herbert Spencer. Tahun
1887 (29 tahun) disamping prestasinya sebagai pengajar dan pembuat artikel, Durkheim
berhasil mencetuskan Sosiologi sebagai disiplin ilmu yang sah di bidang
akademik. Karena prestasinya itu, ia
diangkat sebagai ahli ilmu Sosial di Fakultas Pendidikan dan Fakultas Ilmu
Sosial di Universitas Bourdeaux.
Pada
tahun 1902 Durkheim, diangkat sebagai professor Sosiologi dan Pendidikan di
Universitas Sorbonne, Paris. Perhatian dan minat Durkheim terhadap agama yang
pengaruhnya terhadap kehidupan social, diwujudkan dalam sebuah karyanya yang
berjudul The Elementary of the Religious
Life. Emile Durkheim meninggal pada 15 November 1917 karena penyakit stroke
diusianya yang ke-59 tahun. Sebagai salah satu tokoh yang berjasa terhadap
perkembangan ilmu sosiologi, Emile Durkheim memisahkan sosiologi dan filsafat
sosial dan menguatkan sosiologi sebagai cabang ilmu pengetahuan yang mandiri. Kontribusi
Durkheim terhadap perkembangan sosiologi dapat dilihat dari empat karya
utamanya antara lain:
B.
TEORI-TEORI EMILE DURKHEIM
1
The
Rules of Sociological Method
Untuk
menegaskan bahwa sosiologi merupakan ilmu mandiri, Durkheim menulis The Rules of Sociological Method. Ia
menegaskan bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari fakta sosial.
Kebanyakan dari kita memandang bahwa fakta sosial merupakan hubungan yang
semuanya tampak dan bisa ditangkap oleh panca indra. Tetapi menurut Durkheim
fakta sosial adalah semua cara bertindak, berpikir, dan merasa yang ada diluar
individu dan bersifat memaksa (Ritzer dan Goodman, 2004:81)[1].
Emile
Durkheim mengembangkan konsep masalah pokok sosiologi menjadi penting dan
kemudian diujinya melalui studi empiris. Fakta sosial memiliki 3 karakteristik
diantaranya:
Asumsi dasar dari perspektif Durkheim tersebut bahwa
gejala sosial itu riil dan mempengaruhi kesadaran individu serta perilakunya.
Gejala sosial (seperti aturan legal, beban moral, bahasa dan konsensus sosial)
sebagai sesuatu yang riil/faktual, maka gejala-gejala tersebut dapat dipelajari
dengan metode-metode empirik. Oleh sebab itu, dimungkinkan untuk
dikembangkannya metode keilmuan dengan gejala/fakta sosial sebagai objek
material ilmu tersebut, yaitu ilmu sosiologi. Metode yang dipakai sosiolog
dalam mempelajari masyarakat ini ada banyak ragam sebagaimana yang dijelaskan
oleh Soerjono Soekanto. Namun secara garis besar metode dalam sosiologi ada dua,
yaitu; metode kuantitatif dan metode kualitatif.
Durkheim juga membedakan dua tipe ranah
fakta sosial, yakni fakta sosial material (lebih mudah diamati) dan fakta
sosial non material (tidak mudah untuk diamati).
Dalam karyanya ini, kita dapat melihat
bahwa Durkheim memaparkan tentang fakta sosial dari hal-hal sosial yang terjadi
di sekeliling kita. Bagaimana melakukan pengamatan fakta sosial, aturan untuk
membedakan yang mana yang normal dan yang mana patologis (masalah sosial), dan
penjelasan garis besar tentang fakta sosial yang terjadi melalui perspektif
sosiologis dan keterangan kritisnya. Durkheim memperbaiki metode berpikir
Sosiologis tidak hanya berdasarkan pemikiran-pemikiran logika Filosofis tetapi
sosiologi akan menjadi suatu ilmu pengetahuan yang benar apabila mengangkat
gejala sosial sebagai fakta-fakta yang dapat diobservasi.
2
The
Division of Labor in Society
Karya
pertama Durkheim bagi sosiologi berjudul The
Division of Labor in Society. Durkheim memanfaatkan ilmu sosiologi untuk
meneliti sesuatu yang disebut sebagai krisis moralitas. Durkkheim merasa adanya
krisis moralitas di Perancis akibat adanya revolusi Perancis. Revolusi Perancis
telah mendorong orang untuk terpusat pada hak-hak individual, yang merupakan
reaksi kontra terhadap dominasi gereja.
Durkheim
melihat bahwa krisis moralitas (individualisme) berakibat pada pembagian kerja
yang memaksa individu-individu secara ekonomis dan mengancam moralitas sosial.
Oleh sebab itulah dibutuhkan moralitas sosial yang baru. Pembagian kerja
tersebut diantaranya:
Agar
pembagian kerja dapat berfungsi sebagai moral dan secara sosial menjadi
kekuatan pemersatu dalam masyarakat modern, maka ketiga perilaku patologi
tersebut harus diminimalisir. Keadilan sosial merupakan kunci bagi proses yang
dialami masyarakat modern, yang tidak lagi dipersatukan atas dasar persamaan,
tetapi atas dasar perbedaan, di mana perbedaan tersebut mengarah pada sikap
kesalingbergantungan.
Durkheim
memandang bahwa pembagian kerja tersebut berfungsi positif karena membuahkan
solidaritas antara dua orang atau lebih. Durkheim sangat tertarik dengan
perubahan cara di mana solidaritas sosial terbentuk, perubahan cara-cara
masyarakat bertahan, dan bagaimana anggotanya melihat diri mereka sebagai
bagian yang utuh. Durkheim membagi solidaritas menjadi 2 tipe diantaranya[2]:
3
Suicide
Pentingnya arti solidaritas sosial
dalam masyarakat bagi seorang individu ditunjukkan oleh Durkheim dalam
menganalisis tindakan bunuh diri. Tindakan yang demikian tampak individual
tidak dapat dijelaskan melalui cara individual, karena selalu berhubunganan
dengan perkara sosial. Studi Durkheim tentang bunuh diri adalah contoh
keterkaitan teori yang dikemukakan oleh Durkheim dengan penelitian. Durkheim
memilih studi bunuh diri karena persoalan ini realtif merupakan fenomena
konkret dan spesifik, di mana tersedia data yang bagus secara komparatif[3].
Bunuh diri yang adalah tindakan
pribadi dan personal dapat dianalisa dengan menggunakan ilmu sosiologi.
Durkheim tidak memfokuskan diri pada mengapa orang bunuh diri, tetapi mengapa
angka bunuh diri dalam satu kelompok (masyarakat) bisa lebih tinggi dari
kelompok (masyarakat) yang lainnya. Kesimpulan Durkheim akan hal tersebut
adalah bahwa faktor terpenting dalam perbedaan angka bunuh diri akan ditemukan
dalam perbedaan level fakta sosial. Kelompok yang berbeda memiliki sentimen
kolektif yang berbeda sehingga menciptakan arus sosial yang berbeda pula. Arus
sosial itulah yang mempengaruhi keputusan seorang individu untuk bunuh diri.
Karya ini mengembangkan tentang konsep anomie dalam bunuh diri, ia meneliti berbagai tingkat bunuh diri di antara orang-orang Protestan dan Katolik. Durkheim menjelaskan bahwa kontrol sosial yang lebih tinggi di antara orang Katolik menghasilkan tingkat bunuh diri yang lebih rendah. Setiap orang mempunyai tingkat keterikatan tertentu terhadap kelompok-kelompok mereka yang dianggapnya sebagai integrasi sosial. Tingkat integrasi sosial tinggi (normal) atau rendah (abnormal) mempengaruhi tingkat bunuh diri. Integrasi sosial yang rendah menghasilkan masyarakat yang tidak terorganisasi, menyebabkan orang melakukan bunuh diri sebagai upaya terakhir. Menurut Durkheim, masyarakat Katolik mempunyai tingkat integrasi yang normal, sementara masyarakat Protestan mempunyai tingat yang rendah. Karya ini telah memengaruhi para penganjur teori kontrol, dan seringkali disebut sebagai studi sosiologis yang klasik[4].
4
The
Elementary From of the Religious Life
Durkheim
meneliti tentang masyarakat primitive yang menemukan akar-akar agama. Ia
percaya bahwa ia akan lebih mampu menemukan akar-akar agama dalam simplisitas
komparatif masyarakat primitive daripada kompleksitas dunia modern. Agama
adalah cara masyarakat mengekspresikan dirinya dalam bentuk fakta social non
material. Dalam karya terakhirnya The Elementary From of the Religious Life (1912-1965), ia memusatkan perhatiannya pada
bentuk fakta sosial non material yaitu agama. Temuannya bahwa sumber agama
adalah masyarakat itu sendiri. Masyarakatlah yang menentukan bahwa sesuaitu itu
sakral dan yang lainnya profane.
Durkheim menganggap bahwa agama hanya sebagai salah satu elemen konstruksi nilai yang menjiwai kehidupan masyarakat. Dengan kata lain agama bagi Durkheim sebenarnya hanyalah entitas yang diperlukan dalam rangka menjaga keutuhan masyarakat. Karena itu bagi Dhurkheim agama bisa saja digantikan oleh entitas lain sesuai keinginan masyarakat. Baginya, hal terpenting dalam kehidupan manusia adalah terbentuknya keharmonisan dan keutuhan masyarakat. Dalam rangka itu pula, maka diperlukan entitas-entitas untuk menumpangnya yang salah satunya adalah agama.
C.
KONTRIBUSI
PEMIKIRAN DURKHEIM DI ERA PANDEMI COVID-19
Dilihat
dari kacamata Durkheim, corona atau Covid-19 adalah salah satu fakta sosial.
Corona melanda seluruh penjuru dunia tanpa memandang siapa korbannya. Demi
menjaga kesehatan bersama, masyarakat dunia membuat kebijakan-kebijakan baru
yang setidaknya sedikit merubah tatanan kehidupan masyarakat. Mayarakat yang
semula tidak terbiasa dengan kebijakan baru tersebut dipaksa untuk menaati demi
keselamatan bersama.
Di
era pandemik, masyarakat mengenal physical
distancing, penggunaan masker, cuci tangan, dan bahkan sosial media pun
ikut menyuarakan tagar #dirumahaja. Hal inilah yang menurut Durkheim adalah
fakta sosial. Dimana cara bertindak, berpikir, atau berperasaan diluar individu,
namun memiliki kekuatan memaksa individu. Secara sadar atau tidak individu
dipaksa untuk mematuhi kebijakan (paksaan/koersif) tersebut. Tanpa memandang bulu semua elemen masyarakat
wajib patuh. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah merupakan
bagian eksternal atau diluar kendali individu. Apabila individu melanggar
kebijakan tersebut maka ada punishment
(hukuman) yang akan menanti individu.
Corona
atau covid-19 setahun terakhir menciptakan culture
(budaya) baru bagi masyarakat dunia. Masyarakat atau individu dipaksa mengurung
diri, pakai masker, physical distancing, yang
tentunya sangat berdeda dari tahun-tahun sebelumnya. Namun fakta sosial ini
(corona atau covid-19) sebenarnya tidak bertahan lama, tergantung dari pandemik
itu sendiri. Jika sudah mereda atau bahkan tidak terjadi lagi, maka bukan lagi
dinamakan fakta sosial dengan asumsi kebijakan baru seperti physical distancing, penggunaan masker,
cuci tangan, dan lainnya dicabut. Oleh karena itu, mari kita menaati peraturan
yang sudah ditetapkan pemerintah, sehingga corona tidak menjadi budaya permanen
dalam lingkungan kita. Semoga kita semua dijauhkan dari virus ini, amin.
Conclusion dari penulis Durkheim adalah seorang jenius dalam tokoh Sosiologi yang memperbaiki metode berpikir Sosiologis. Dalam sejarah perkembangan ilmu sosial modern, ia menjadi salah satu faktor kunci yang mampu memformulasikan sosiologi sebagai disiplin ilmiah sehingga dapat diterima diranah akademik. Lewat beberapa teorinya, Durkheim memiliki pengaruh kuat dalam perkembangan sosiologi, hingga konsep fakta sosial dalam masyarakat yang terjadi seperti sekarang ini masyarakat dunia mengalami pandemik karena virus corona atau covid-19.
[1] George Ritzer dan Douglas J.
Goodman, Teori Sosiologi, Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2004, hlm.81.
[2] Anonim. Pengertian solidaritas
mekanik dan organik beserta contohnya. definisimenurutparaahli.com. diakses
pada 9 Mei 2020, 17.52 AM.
[3] M Chairul Basrun Umanailo.2019. Emile
Durkheim. OSFPREPRINTS. Hal 3.
[4] Durkheim Emile, Suicide, A Study
in Sociology, (Publishing : Glencoe, Ill. : Free Press)