Sunday, May 9, 2021

KONTRIBUSI PEMIKIRAN DURKHEIM DI ERA PANDEMI COVID-19

A.           BIOGRAFI EMILE DURKHEIM

DURKHEIM
sumber: fahdisjro.com

 

Emile Durkheim adalah seorang filsafat sekaligus sosiolog lahir di Perancis tepatnya di kota Epinal provinsi Lorraine pada tanggal 15 April 1858. Ia adalah murid dari Auguste Comte. Durkheim dilahirkan dalam keluarga agamis. Ayahnya seorang pendeta Yahudi, Durkheim kala itu sebagai seorang pemuda sangat dipengaruhi oleh guru-guru sekolahnya yang beragama Katolik Roma. Mungkin pengaruh inilah yang menambah keterikatannya terhadap masalah agama.

Sejak muda Durkheim telah menyatakan dirinya sebagai seorang agnostik. Agnostik adalah merupakan kelompok yang ragu atas keberadaan Tuhan, Tentu saja, sikap ini bersimpangan dan kontras dengan ayahnya dan apa yang telah dipelajarinya dari guru-guru Katoliknya sejak muda. Pada akhirnya Durkheim dikenal sebagai seorang Atheis yang kuat dan selalu bersifat Agnostik.

Minat Durkheim dalam fenomena sosial juga didorong oleh politik. Kekalahan Perancis dalam perang Perancis-Prusia telah memberikan pukulan terhadap pemerintahan republikan yang sekuler. Banyak orang menganggap pendekatan Katolik, dan sangat nasionalistik sebagai jalan satu-satunya untuk menghidupkan kembali kekuasaan Perancis yang memudar di daratan Eropa. Durkheim, seorang Yahudi dan sosialis, berada dalam posisi minoritas secara politik, suatu situasi yang membakarnya secara politik. Peristiwa Dreyfus pada 1894 hanya memperkuat sikapnya sebagai seorang aktivis.

Pada tahun 1882 setelah lulus, Emile Durkheim menjadi guru sekolah menengah, kemudian Ia belajar filsafat di Jerman. Emile Durkheim sangat tertarik pada karya-karya filsafat seperti Auguste Comte, F. de Coulenges, C.H. Smint Simon, dan belajar karya-karya psikologi Wundt dan Herbert Spencer. Tahun 1887 (29 tahun) disamping prestasinya sebagai pengajar dan pembuat artikel, Durkheim berhasil mencetuskan Sosiologi sebagai disiplin ilmu yang sah di bidang akademik.  Karena prestasinya itu, ia diangkat sebagai ahli ilmu Sosial di Fakultas Pendidikan dan Fakultas Ilmu Sosial di Universitas Bourdeaux.

Pada tahun 1902 Durkheim, diangkat sebagai professor Sosiologi dan Pendidikan di Universitas Sorbonne, Paris. Perhatian dan minat Durkheim terhadap agama yang pengaruhnya terhadap kehidupan social, diwujudkan dalam sebuah karyanya yang berjudul The Elementary of the Religious Life. Emile Durkheim meninggal pada 15 November 1917 karena penyakit stroke diusianya yang ke-59 tahun. Sebagai salah satu tokoh yang berjasa terhadap perkembangan ilmu sosiologi, Emile Durkheim memisahkan sosiologi dan filsafat sosial dan menguatkan sosiologi sebagai cabang ilmu pengetahuan yang mandiri. Kontribusi Durkheim terhadap perkembangan sosiologi dapat dilihat dari empat karya utamanya antara lain:

B.            TEORI-TEORI  EMILE DURKHEIM

1               The Rules of Sociological Method

Untuk menegaskan bahwa sosiologi merupakan ilmu mandiri, Durkheim menulis The Rules of Sociological Method. Ia menegaskan bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari fakta sosial. Kebanyakan dari kita memandang bahwa fakta sosial merupakan hubungan yang semuanya tampak dan bisa ditangkap oleh panca indra. Tetapi menurut Durkheim fakta sosial adalah semua cara bertindak, berpikir, dan merasa yang ada diluar individu dan bersifat memaksa (Ritzer dan Goodman, 2004:81)[1].

Emile Durkheim mengembangkan konsep masalah pokok sosiologi menjadi penting dan kemudian diujinya melalui studi empiris. Fakta sosial memiliki 3 karakteristik diantaranya:


Asumsi dasar dari perspektif Durkheim tersebut bahwa gejala sosial itu riil dan mempengaruhi kesadaran individu serta perilakunya. Gejala sosial (seperti aturan legal, beban moral, bahasa dan konsensus sosial) sebagai sesuatu yang riil/faktual, maka gejala-gejala tersebut dapat dipelajari dengan metode-metode empirik. Oleh sebab itu, dimungkinkan untuk dikembangkannya metode keilmuan dengan gejala/fakta sosial sebagai objek material ilmu tersebut, yaitu ilmu sosiologi. Metode yang dipakai sosiolog dalam mempelajari masyarakat ini ada banyak ragam sebagaimana yang dijelaskan oleh Soerjono Soekanto. Namun secara garis besar metode dalam sosiologi ada dua, yaitu; metode kuantitatif dan metode kualitatif.

Durkheim juga membedakan dua tipe ranah fakta sosial, yakni fakta sosial material (lebih mudah diamati) dan fakta sosial non material (tidak mudah untuk diamati).

Dalam karyanya ini, kita dapat melihat bahwa Durkheim memaparkan tentang fakta sosial dari hal-hal sosial yang terjadi di sekeliling kita. Bagaimana melakukan pengamatan fakta sosial, aturan untuk membedakan yang mana yang normal dan yang mana patologis (masalah sosial), dan penjelasan garis besar tentang fakta sosial yang terjadi melalui perspektif sosiologis dan keterangan kritisnya. Durkheim memperbaiki metode berpikir Sosiologis tidak hanya berdasarkan pemikiran-pemikiran logika Filosofis tetapi sosiologi akan menjadi suatu ilmu pengetahuan yang benar apabila mengangkat gejala sosial sebagai fakta-fakta yang dapat diobservasi.

2               The Division of Labor in Society

Karya pertama Durkheim bagi sosiologi berjudul The Division of Labor in Society. Durkheim memanfaatkan ilmu sosiologi untuk meneliti sesuatu yang disebut sebagai krisis moralitas. Durkkheim merasa adanya krisis moralitas di Perancis akibat adanya revolusi Perancis. Revolusi Perancis telah mendorong orang untuk terpusat pada hak-hak individual, yang merupakan reaksi kontra terhadap dominasi gereja.

Durkheim melihat bahwa krisis moralitas (individualisme) berakibat pada pembagian kerja yang memaksa individu-individu secara ekonomis dan mengancam moralitas sosial. Oleh sebab itulah dibutuhkan moralitas sosial yang baru. Pembagian kerja tersebut diantaranya:


Agar pembagian kerja dapat berfungsi sebagai moral dan secara sosial menjadi kekuatan pemersatu dalam masyarakat modern, maka ketiga perilaku patologi tersebut harus diminimalisir. Keadilan sosial merupakan kunci bagi proses yang dialami masyarakat modern, yang tidak lagi dipersatukan atas dasar persamaan, tetapi atas dasar perbedaan, di mana perbedaan tersebut mengarah pada sikap kesalingbergantungan.

Durkheim memandang bahwa pembagian kerja tersebut berfungsi positif karena membuahkan solidaritas antara dua orang atau lebih. Durkheim sangat tertarik dengan perubahan cara di mana solidaritas sosial terbentuk, perubahan cara-cara masyarakat bertahan, dan bagaimana anggotanya melihat diri mereka sebagai bagian yang utuh. Durkheim membagi solidaritas menjadi 2 tipe diantaranya[2]:

3               Suicide

Pentingnya arti solidaritas sosial dalam masyarakat bagi seorang individu ditunjukkan oleh Durkheim dalam menganalisis tindakan bunuh diri. Tindakan yang demikian tampak individual tidak dapat dijelaskan melalui cara individual, karena selalu berhubunganan dengan perkara sosial. Studi Durkheim tentang bunuh diri adalah contoh keterkaitan teori yang dikemukakan oleh Durkheim dengan penelitian. Durkheim memilih studi bunuh diri karena persoalan ini realtif merupakan fenomena konkret dan spesifik, di mana tersedia data yang bagus secara komparatif[3].

Bunuh diri yang adalah tindakan pribadi dan personal dapat dianalisa dengan menggunakan ilmu sosiologi. Durkheim tidak memfokuskan diri pada mengapa orang bunuh diri, tetapi mengapa angka bunuh diri dalam satu kelompok (masyarakat) bisa lebih tinggi dari kelompok (masyarakat) yang lainnya. Kesimpulan Durkheim akan hal tersebut adalah bahwa faktor terpenting dalam perbedaan angka bunuh diri akan ditemukan dalam perbedaan level fakta sosial. Kelompok yang berbeda memiliki sentimen kolektif yang berbeda sehingga menciptakan arus sosial yang berbeda pula. Arus sosial itulah yang mempengaruhi keputusan seorang individu untuk bunuh diri.

Karya ini mengembangkan tentang konsep anomie dalam bunuh diri, ia meneliti berbagai tingkat bunuh diri di antara orang-orang Protestan dan Katolik. Durkheim menjelaskan bahwa kontrol sosial yang lebih tinggi di antara orang Katolik menghasilkan tingkat bunuh diri yang lebih rendah. Setiap orang mempunyai tingkat keterikatan tertentu terhadap kelompok-kelompok mereka yang dianggapnya sebagai integrasi sosial. Tingkat integrasi sosial tinggi (normal) atau rendah (abnormal) mempengaruhi tingkat bunuh diri. Integrasi sosial yang rendah menghasilkan masyarakat yang tidak terorganisasi, menyebabkan orang melakukan bunuh diri sebagai upaya terakhir. Menurut Durkheim, masyarakat Katolik mempunyai tingkat integrasi yang normal, sementara masyarakat Protestan mempunyai tingat yang rendah. Karya ini telah memengaruhi para penganjur teori kontrol, dan seringkali disebut sebagai studi sosiologis yang klasik[4].


4               The Elementary From of the Religious Life

Durkheim meneliti tentang masyarakat primitive yang menemukan akar-akar agama. Ia percaya bahwa ia akan lebih mampu menemukan akar-akar agama dalam simplisitas komparatif masyarakat primitive daripada kompleksitas dunia modern. Agama adalah cara masyarakat mengekspresikan dirinya dalam bentuk fakta social non material. Dalam karya terakhirnya The Elementary From of the Religious Life (1912-1965), ia memusatkan perhatiannya pada bentuk fakta sosial non material yaitu agama. Temuannya bahwa sumber agama adalah masyarakat itu sendiri. Masyarakatlah yang menentukan bahwa sesuaitu itu sakral dan yang lainnya profane.

Durkheim menganggap bahwa agama hanya sebagai salah satu elemen konstruksi nilai yang menjiwai kehidupan masyarakat. Dengan kata lain agama bagi Durkheim sebenarnya hanyalah entitas yang diperlukan dalam rangka menjaga keutuhan masyarakat. Karena itu bagi Dhurkheim agama bisa saja digantikan oleh entitas lain sesuai keinginan masyarakat. Baginya, hal terpenting dalam kehidupan manusia adalah terbentuknya keharmonisan dan keutuhan masyarakat. Dalam rangka itu pula, maka diperlukan entitas-entitas untuk menumpangnya yang salah satunya adalah agama.

C.           KONTRIBUSI PEMIKIRAN DURKHEIM DI ERA PANDEMI COVID-19

Dilihat dari kacamata Durkheim, corona atau Covid-19 adalah salah satu fakta sosial. Corona melanda seluruh penjuru dunia tanpa memandang siapa korbannya. Demi menjaga kesehatan bersama, masyarakat dunia membuat kebijakan-kebijakan baru yang setidaknya sedikit merubah tatanan kehidupan masyarakat. Mayarakat yang semula tidak terbiasa dengan kebijakan baru tersebut dipaksa untuk menaati demi keselamatan bersama.

Di era pandemik, masyarakat mengenal physical distancing, penggunaan masker, cuci tangan, dan bahkan sosial media pun ikut menyuarakan tagar #dirumahaja. Hal inilah yang menurut Durkheim adalah fakta sosial. Dimana cara bertindak, berpikir, atau berperasaan diluar individu, namun memiliki kekuatan memaksa individu. Secara sadar atau tidak individu dipaksa untuk mematuhi kebijakan (paksaan/koersif) tersebut.  Tanpa memandang bulu semua elemen masyarakat wajib patuh. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah merupakan bagian eksternal atau diluar kendali individu. Apabila individu melanggar kebijakan tersebut maka ada punishment (hukuman) yang akan menanti individu.

Corona atau covid-19 setahun terakhir menciptakan culture (budaya) baru bagi masyarakat dunia. Masyarakat atau individu dipaksa mengurung diri, pakai masker, physical distancing, yang tentunya sangat berdeda dari tahun-tahun sebelumnya. Namun fakta sosial ini (corona atau covid-19) sebenarnya tidak bertahan lama, tergantung dari pandemik itu sendiri. Jika sudah mereda atau bahkan tidak terjadi lagi, maka bukan lagi dinamakan fakta sosial dengan asumsi kebijakan baru seperti physical distancing, penggunaan masker, cuci tangan, dan lainnya dicabut. Oleh karena itu, mari kita menaati peraturan yang sudah ditetapkan pemerintah, sehingga corona tidak menjadi budaya permanen dalam lingkungan kita. Semoga kita semua dijauhkan dari virus ini, amin.

Conclusion dari penulis Durkheim adalah seorang jenius dalam tokoh Sosiologi yang memperbaiki metode berpikir Sosiologis. Dalam sejarah perkembangan ilmu sosial modern, ia menjadi salah satu faktor kunci yang mampu memformulasikan sosiologi sebagai disiplin ilmiah sehingga dapat diterima diranah akademik. Lewat beberapa teorinya, Durkheim memiliki pengaruh kuat dalam perkembangan sosiologi, hingga konsep fakta sosial dalam masyarakat yang terjadi seperti sekarang ini masyarakat dunia mengalami pandemik karena virus corona atau covid-19.


[1] George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi, Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2004, hlm.81.

[2] Anonim. Pengertian solidaritas mekanik dan organik beserta contohnya. definisimenurutparaahli.com. diakses pada 9 Mei 2020, 17.52 AM.

[3] M Chairul Basrun Umanailo.2019. Emile Durkheim. OSFPREPRINTS. Hal 3.

[4] Durkheim Emile, Suicide, A Study in Sociology, (Publishing : Glencoe, Ill. : Free Press)

1 comment: