Saturday, March 6, 2021

TEORI STRUKTURASI ANTHONY GIDDENS

                                                           https://id.wikipedia.org/

A.           Sejarah Teori Strukturasi

Kemunculan teori strukturasi oleh Anthony Giddens, merupakan tanggapan terhadap klaim post-strukturalis. Strukturasi menyatakan manusia memiliki kemampuan membuat struktur dan secara sukarela menentukan struktur untuk mereka sendiri, artinya manusia memiliki kebebasan penuh untuk membangun lingkungan hidup sendiri. Kekhasan dalam teori strukturasi adalah hubungan manusia sebagai “agency” terhadap “struktur” atau institusi.

Post-strukturalisme mengkritik strukturalismenya Jean Paul Satre yang melihat struktur sebagai sesuatu yang order dan stabil serta memiliki fungsi membentuk fenomena sosial. Pemikiran ini dikritik karena adanya fakta-fakta yang melihat bahwa struktur merupakan sesuatu yang dinamis dan tidak stabil. Post-strukturalisme diungkapkan oleh Michel Foucault melihat bahwa dalam setiap layer atau konteks ruang dan waktu ada kekuasaan yang mendominasi pengetahuan dan berdampak kepada realitas sosial empirik. 

Teori Strukturasi adalah teori yang memadukan agen dan struktur. Hubungan antara agen dan struktur tersebut berupa relasi dualitas (dua sisi) yang kedua unsurnya saling menunjang. Dualitas tersebut tejadi dalam praktik sosial yang berulang dan terpola dalam lintas ruang dan waktu. Manusia selalu mempunyai ide tentang dunia sosial, tentang dirinya, tentang masa depannya, dan tentang kondisi kehidupannya. Melalui idenya manusia masuk ke dalam dunia sambil mempunyai niat untuk mempengaruhi dan mengubahnya.

 

B.            Biografi Antony Giddens

Anthony Giddens adalah sosiolog asal Britania Raya yang lahir 18 Januari 1938 dan besar di Edmonto London. Ia dibesarkan dalam keluarga kelas menengah ke bawah, putra seorang juru tulis di London Transport. Dia bersekolah di Minchenden Grammar School. Giddens adalah anggota pertama keluarganya yang kuliah. Giddens menerima gelar akademik sarjana dalam bidang sosiologi dan psikologi bersama di University of Hull pada tahun 1959, diikuti oleh gelar master di London School of Economics.  Ia kemudian memperoleh gelar PhD di Kings College, Cambridge.

Giddens terkenal karena teori strukturasi dan pandangan menyeluruh tentang masyarakat modern. Gidden dianggap sebagai salah satu kontributor sosiologi modern. Anthony Gidden juga seorang ilmuwan sosial kelas dunia yang menjadi dosen tetap sosiologi di Universitas of Cambridge pada tahun 1969 dan menjadi anggota King’s College. Di Cambridge, Gidden mengembangkan Polity Press, lembaga penerbitan akademik yang mampu memproduksi 80-an buku setiap tahunnya.

Pada awalnya Giddens terlibat dalam studi tentang pencampuran kultur, menghasilkan buku pertamanya dan mencapai penghargaan internasional, berjudul The Class Structure of Advanced Societies (1975). Selama kariernya Giddens setidaknya menulis 34 buku, diterbitkan dalam setidaknya 29 bahasa, menerbitkan rata-rata lebih dari satu buku setiap tahun. Dalam karya-karyanya itu selangkah demi selangkah ia mulai membangun perspektif teoritisnya sendiri, yang terkenal sebagai teori strukturasi. Tahun 1984 karya Giddens mencapai puncaknya dengan terbitnya buku The Constitution of Society: Outline of the Theory of Society, yang merupakan pernyataan tunggal terpenting tentang perspektif teoritis Giddens.

 Pada tahun 2007, Giddens terdaftar sebagai penulis buku paling referensi kelima dalam bidang humaniora. Ia memiliki jabatan akademis di sekitar dua puluh universitas berbeda di seluruh dunia dan telah menerima banyak gelar kehormatan dan penghargaan akademis. Paling tidak terdapat sembilan pokok pemikiran yang mempengaruhi Giddens: filsafat bahasa post-Wittgenstein, sosiologi fenomenologis dan etnometodologi, pendekatan dramaturgi, psikoanalisa Erik Erikson, hermeneutika, strukturalisme dan post-strukturalisme Marxisme, Heidegger, dan konsep tentang ruang waktu. Dia diberi gelar Bangsawan Hidup pada bulan Juni 2004 sebagai Baron Giddens, dari Southgate di London Borough of Enfield dan duduk di House of Lords untuk Partai Buruh. 


C.           Teori Strukturasi Anthony Giddens

Untuk memahami teori Giddens, setidaknya mempelajari pandangan-pandangannya terhadap teori fungsionalisme dan strukturalisme. Yang paling inti dalam memahami strukturasi Giddens adalah kritik kerasnya atas gejala dualisme yang melekat dalam berbagai teori, khususnya dua teori di atas. Ia tidak setuju dengan dualisme struktur dan pelaku/agen/individu, namun ia lebih menekankan apa yang ia sebut dengan dualitas. Atas fakta struktur dan pelaku bukanlah sesuatu yang saling menegasikan atau bertentangan, tapi keduanya saling mengandalkan.

Dualitas Giddens menitikberatkan pada praktik sosial yang berulang yang menghubungkan antara agen/individu dan struktur. Agen dan struktur tidak dapat dipisahkan satu sama lain, tetapi dilihat sebagai hubungan dialektik dan saling mempengaruhi. Agen dan struktur adalah dwi rangkap, yaitu seluruh tindakan sosial memerlukan struktur dan seluruh struktur memerlukan tindakan sosial. Agen dan struktur saling jalin menjalin dalam praktik atau aktivitas manusia.

Tindakan dilihat sebagai perulangan dimana aktivitas bukan dihasilkan sekali jadi saja oleh aktor, namun dilakukan secara terus menerus atau mereka ciptakan ulang melalui suatu cara dan dengan cara itu juga mereka menyatakan diri mereka sendiri sebagai aktor. Atau dengan kata lain Giddens menjelaskan tentang agen-struktur secara historis, processual dan dinamis. Inilah yang dimaksud oleh Giddens dengan strukturasi.

Teori strukturasi memiliki elemen yang dimulai dari pemikiran tentang agen yang terus menerus memonitor pemikiran dan aktivitas mereka sendiri serta konteks sosial dan fisik mereka. Dalam hal ini aktor melakukan rasionalisasi kehidupan mereka. Rasionalisasi adalah mengembangkan kebiasaan sehari-hari yang memberikan rasa aman kepada aktor dan kemungkinan menghadapi kehidupan secara efisien. Selain rasionalisasi aktor juga memiliki motivasi untuk bertindak yang menjadi pendorong melakukan tindakan.

Tidak hanya rasionalisasi dan motivasi, kesadaran juga diperlukan. Giddens membedakan kesadaran diskursif dan kesadaran praktis. Kesadaran diskursif memerlukan kemampuan untuk melukiskan tindakan kita dalam kata- kata. Kesadaran praktis melibatkan tindakan yang dianggap aktor benar tanpa mampu mengungkapkan dengan kata-kata tentang apa yang mereka lakukan.

Giddens memberi penekanan pada keagenan (agency) yakni menyangkut kejadian yang dilakukan seorang individu, yaitu peran individu. Agen memiliki kemampuan untuk menciptakan pertentangan dalam kehidupan sosial dan agen tidak akan berarti apa-apa tanpa kekuasaan agen tersebut. Paksaan dan batasan terhadap aktor tidak menjadikan aktor tidak memiliki pilihan dan peluangh untuk membuat pertentangan. Konsep strukturasi mendasari bahwa agen dan struktur adalah dua kumpulan yang tidak berdiri sedniri tetapi mencerminkan dualitas ciri-ciri struktural sistem sosial sekaligus medium dan hasil praktik sosial yang dibentuk secara berulang-ulang.

Skema konsep strukturasionis tentang kekuasaan

 

Konsep kekuasaan yang diungkapkan Giddens merupakan alat analisis kehidupan sosial yang terkait dengan dualitas struktur karena kekuasaan terkait dengan tindakan manusia dan struktur. Davis menyimpulkan ada 5 karakteristik utama dari kekuasaan menurut pandangan strukturasionis yaitu (Wirawan, 2012:306-307) :

1.    Kekuasaan sebagai bagian integral dari interaksi sosial (power as integration to social interaction). Setiap interaksi sosial selalu melibatkan kekuasaan sehingga dapat diterapkan pada semua jenjang kehidupan sosial dari hal yang sempit maupun secara luas.

2.     Kekuasaan merupakan hal yang pokok dalam diri manusia (power as intrinsic to human agency). Kekuasan dapat mempengaruhi dan mengintervensi serangkaian peristiwa.

3.        Kekuasaan adalah konsep relasional termasuk hubungan otonomi dan ketergantungan (power as relational concept, involving relations of otonomy and dependence). Kekuasan bukan sekedar kapasitas transformasi aktor untuk mencapai tujuan, melainkan juga konsep relasional. Artinya setiap aktor dapat mempengaruhi lingkungan di mana peristiwa interaksi itu terjadi agar aktor lauin dapat memenuhi keinginannya.

4.      Kekuasaan bersifat membatasi dan memberi kebebasan (power as contraining as well as enabling). Kekuasaan bergandengan tangan dengan dominasi yang terstruktur dimana anggota masyarakat melakukan intervensi terhadap jalannya interaksi dan melakukan kontrol terhadap perilaku orang lain dengan adanya pemberian sanksi.

5.       Kekuasaan sebagai proses (power as process). Terjadinya hubungan dialektik antara aktor dan struktur secara kontinu melakukan produksi dan reproduksi melalui proses strukturasi.

Dualisme subjek (dirinya)-objek (struktur) berkaitan dengan orientasi individu terhadap struktur. Ada tiga orientasi individu terhadap struktur yaitu (Gidden dalam Wirawan, 2012 ; 299-300) :

1.      Orientasi rutin-praktis yaitu aktor yang secara psikologi mencari rasa aman dan berusaha menghindari akibat-akibat tindakan yang tidak disadari atau belum terbayangkan. Orientasi ini menempatkan diri invidu sebagai objek-objek.

2.       Orientasi yang bersifat teoritis. Di sini aktor mampu memelihara jarak dirinya dengan struktur masyarakat sehingga memahami tentang struktur tersebut dan memberikan respon yang muncul dari struktur tersebut.

3.    Orientasi yang bersifat strategik-pemantauan, dimana individu tidak hanya mampu memelihara jarak dengan struktur, tetapi juga memiliki kepentingan dengan apa yang dilahirkan oleh struktur tersebut sehingga dianggap cepat tanggap terhadap kondisi yang ada.

Giddens menyatakan bahwa ada hubungan antara pelaku dan struktur, di mana hubungan antara keduanya berupa relasi dualitas. Dalam hubungan dualitas, termasuk pengertian bahwa antara pelaku dan struktur tidak terpisahkan. Di antara keduanya terjadi hubungan saling mempengaruhi. Hubungan antara pelaku dengan struktur dapat dipahami melalui praktik sosial di mana praktik sosial itu sendiri merupakan kejadian atau kebiasaan sehari-hari, hasil interaksi antara struktur dan pelaku.

Menurut Giddens struktur merupakan aturan (rules) dan sumber daya (resources) dapat terbentuk dari praktik sosial. di sisi lain, pelaku/agen yang merupakan aktor dapat pula mempengaruhi struktur, dalam arti tidak harus selalu tunduk kepada struktur. Giddens menyebutkan bahwa ada tiga gugus struktur yang harus dimilki oleh agen, yakni signifikasi (signification), dominasi (domination), dan legitimasi (legitimation). Struktur signifikasi menunjuk pada pemaknaan atau simbolik, penyebutan, dan wacana. Gugus struktur dominasi menunjuk pada penguasaan baik atas orang maupun barang. Gugus struktur legitimasi menunjuk pada peraturan normatif yang tampak pada aturan hukum. Ketiga gugus struktur tersebut selain dapat membatasi, dapat pula memberdayakan pelaku.

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa inti dalam teori strukturasi merupakan hubungan dialektik yang saling mempengaruhi antara agen/individu dan struktur yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Agen/individu memiliki kemamuan untuk menciptakan pertentangan dalam kehidupan sosial dan agen/individu tidak berarti apa-apa tanpa memiliki kekuasaan agen tersebut.

 

D.           Kelemahan teori strukturasi

Teori strukturasi dari Giddens ini juga dikritik oleh beberapa ahli. Misalnya Ian Craib mengkritik sebagai berikut :

1.     Pusat perhatian dari kajian Giddens yang menekankan tindakan sosial dinilai dari segi ontologis memiliki kedalaman yang kurang. Giddens dianggap gagal menjelaskan struktur sosial yang melandasi kehidupan sosial.

2.      Upaya dalam membuat sintesis teoritis tidak bertautan cesara tepat dengan kompleksitas kehidupan sosial. Craib menjelaskan bahwa kehidupan sosial itu sangat rumit dan ruwet tidak bisa dijelaskan dengan pendekatan tunggal.

3.     Giddens dianggap tidak bertolak dari landasan teoritis tertentu maka ia mengalami kekurangan untuk menganalisis secara kritis tentang masyarakat modern akibatnya kritikannya terhadap masyarakat modern cendrung berkualitas khusus untuk tujuan tertentu ketimbang menganalisis secara sistematis dari inti teori tersebut.

4.   Giddens kelihatannya secara fragmentaris tidak berkaitan secara utuh menyebabkan pemikirannya dianggap sepengal sehingga teorinya tidakl dapat dipersatukan satu sama lain.

 

E.            Perubahan Kurikulum Nasional dalam perspektif teori strukturasi Giddens

Sejak 1947, Indonesia tercatat telah berganti kurikulum setidaknya sebanyak 10 kali. Rata-rata rentang waktu pergantian kurikulum juga tak lama, hanya sekitar lima tahun hingga sembilan tahun. Ada kurikulum yang berganti dalam waktu hanya dua tahun. Ini sangat berbeda dengan negara maju seperti Jepang misalnya, yang berganti kurikulum minimal dengan rentang waktu 9 tahun. Bergantinya kurikulum merupakan bentuk pencarian jati diri pendidikan Indonesia. Sebab, memang belum ada kurikulum yang sempurna untuk Indonesia hingga saat ini. 

Pergantian kurikulum di Indonesia tercatat dimulai tahun 1947 dengan nama “Rencana Pembelajaran” yang kemudian berganti menjadi “Rencana Pembelajaran Terurai” pada 1953. Kemudian berganti lagi menjadi kurikulum “Rencana Pendidikan” pada 1964 dan selanjutnya “Kurikulum 1968”. Pergantian selanjutnya secara berturut-turut adalah “Kurikulum 1975”, “Kurikulum 1984”, “Kurikulum 1999”, “Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)” 2004, “KTSP 2006”, “Kurikulum 2013”, sebelum akhirnya kembali lagi pada “KTSP 2006”.

Dikutip dari laman tirto.id Indonesia memang harus terus membenahi kurikulum pendidikannya. Sebagai negara berkembang, Indonesia masih harus banyak berbenah. Hasil survei tahun 2012 yang dilakukan Programmme for International Student Assessment (PISA) di bawah Organization Economic Cooperation and Development (OECD) yang dirilis pada Desember 2013. Indonesia menduduki peringkat paling bawah dari 65 negara dalam pemetaan kemampuan matematika, membaca, dan sains.

Survei itu juga mengungkap, generasi muda Indonesia memiliki kelemahan dalam higher order thinking skills (HOTS) atau kemampuan berpikir tingkat tinggi. HOTS mengajarkan siswa agar mampu berpikir kritis, logis, reflektif, metakognitif dan kreatif. Kemampuan berpikir ini akan muncul pada individu saat dihadapkan pada masalah yang belum pernah ditemui sebelumnya.

Fenomena ganti menteri pendidikan merupakan hal yang paling membuat galau. Sejarah mencatat, ganti menteri pendidikan selalu berimplikasi ganti kurikulum yang berakhir pada kerepotan sistem pendidikan nasional. Perubahan atau pergantian pejabat (menteri) sering kali dibarengi dengan pergantian kebijakan, biasanya untuk posisi kemendikbud pergantian kebijakan dalam hal kurikulum nasional. Kurikulum nasional memang perlu diperbarui terlebih lagi untuk memenuhi kebutuhan revolusi industri 4.0 tetapi jangan sampai perubahan kurikulum ini memakan "korban" belum lagi selesai workshop tentang kurikulum yang sebelumnya nanti ketika ganti kurikulum harus kembali mengulang workshop yang sudah dilakukan berkali-kali.

Fenomena ganti menteri ganti kurikulum dilihat dari kacamata Strukturasi Anthony Giddens yang di dalamnya terdapat relasi dualitas antara agen dan struktur dipergunakan sebagai acuan guna melihat kurikulum pendidikan Indonesia yang mana terus mengalami perubahan. Konsep Strukturasi Giddens tersebut digunakan untuk menjelaskan hubungan antara stakeholder pendidikan yang diposisikan sebagai pelaku (agency) dengan struktur (structure) yang oleh Giddens dikonseptualisasikan sebagai aturan (rules) dan sumber daya (resources). Struktur dinyatakan oleh Giddens selain dapat membatasi atau mengekang (constraining), dapat pula memberdayakan (enabling) pelaku. Pembatasan ataupun pemberdayaan struktur tersebut dapat dilakukan oleh negara melalui kebijakan.

Keputusan untuk melakukan perubahan kurikulum dari waktu-waktu tidak lain dan tidak bukan adalah untuk mencetak SDM yang berkualitas dan punya identitas, karena dengan era teknologi yang berkembang dengan sangat cepat dan jika sistem pendidikan tidak banyak perubahan, maka generasi muda berikutnya akan menjadi generasi "pekerja" yang menunggu seseorang memberi pekerjaan bukan generasi pencetak kerja yang dapat membuat lowongan pekerjaan baru.

Perubahan kurikulum pendidikan diterima dan ditanggapi positif dan negatif oleh sekolah, guru, siswa, maupun orang tua murid. Untuk mengantipasi penolakan maka diperlukan langkah-langkah untuk memperkenalkan perubahan baru. Stokeholder menyediakan workshop, pelatihan, seminar, dan yang lainnya. Hal ini untuk mendukung dan melancarkan perubahan baru dari kurikulum. Dengan harapan seiring berjalannya waktu pemangku kepentingan (tenaga pendidik dan siswa) mulai terbiasa dengan sistem pembelajaran yang baru.

Giddens menyatakan bahwa ada hubungan antara pelaku dan struktur, di mana hubungan antara keduanya berupa relasi dualitas. Dalam hubungan dualitas, antara pelaku dan struktur tidak terpisahkan. Di antara keduanya terjadi hubungan saling mempengaruhi. Hubungan antara pelaku dengan struktur dapat dipahami melalui praktik sosial di mana praktik sosial itu sendiri merupakan kejadian atau kebiasaan sehari-hari, hasil interaksi antara struktur dan pelaku. Dengan pendidikan Indonesia yang masuk dalam kategori belum maju, mendorong stokeholder yang dalam kata lain memiliki kekuasaan yaitu menteri pendidikan melakukan terobosan baru. Menteri pendidikan sebagai pelaku atau agen membuat struktur sebagai acuan untuk merubah kurikulum pendidikan Indonesia. Pembatasan ataupun pemberdayaan struktur tersebut dapat dilakukan oleh negara melalui kebijakan.

Hal tersebut sesuai dengan perspektif strukturasi Giddens bahwa agen manusia secara kontinu mereproduksi struktur sosial. Gidden berpandangan perubahan itu dapat terjadi apabila agen dapat mengetahui gugus mana dalam sebuah struktur yang dapat dimasuki dan diubah, gugus tersebut antara lain adalah gugus signifikasi, dominasi dan legitimasi. Gugus signifikasi menyangkut simbol, pemaknaan individu dan wacana. Gugus dominasi merupakan bentuk penguasaan terhadap orang dan barang. Sedangakan legitimasi mencakup berbagai aturan normatif dari berbagai aturan yang terwujud dalam kebiasan sehari-hari.

Kebijakan yang diambil oleh stakeholder untuk merubah sistem pendidikan merupakan bentuk pengetahuan terhadap gugus struktur yang ada. Gugus signifikasi adalah sosok menteri pendidikan yang memiliki pemahaman pendidikan yang mendalam. Dari gugus dominasi stakeholder adalah yang dihormati. Menteri pendidikan yang sekaligus sebagai agen adalah figur penting dalam dunia pendidikan sehingga mempunyai otoritas penuh untuk mengatur perkembangan pendidikan dalam negaranya. Berdasarkan gugus signifikasi dan dominasi tersebut, menteri pendidikan mempunyai otoritas yang kuat akan mudah mendapat legitimasi dari masyarakat, sehingga bukan hal yang sulit baginya untuk melakukan perubahan dan pengembangan pendidikan dalam negaranya.

Pengembangan sistem pendidikan di Indonesia dapat dipahami sebagai langkah dinamis untuk mengembangkan desain pendidikan yang integralistik dalam berbagai disiplin ilmu dalam rangka beradaptasi dengan perubahan zaman serta memenuhi tuntutan dan kebutuahan masyarakat. Sesuai dengan konsepsi strukturasi yang digagas oleh Giddens, perenungan internal dan eksternal pihak pemangku pendidikan tersebut merupakan relasi antara agen dan struktur telah merubah cara pandang pihak sekolah (guru) tentang konstruksi keilmuan. Sehingga, berimplikasi pada pengembangan sistem pendidikan yang berorientasi pada kebutuhan yang berkembang di masyarakat.

Keputusan untuk memasukkan perubahan kurikulum pendidikan mengharuskan kemendikbud untuk merekonstruksi kelembagaan yang sudah ada di sesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan perubahan tersebut. Sedangkan sumber daya (resource) mengacu pada tujuan dilakukannya perubahan kurikulum untuk memberikan pelayanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Lembaga pendidikan menjadi mandiri dan berkembang apabila memperoleh dukungan yang kuat dari masyakat, terutama dari wali murid. Dukungan orang tua dan masyarakat ini diikuti oleh harapan besar pada pendidikan Indonesia agar dapat mencetak SDM yang unggul. Dukungan dan harapan dari masyarakat khususnya orang tua murid ini sesuai dengan konsep Giddens tentang gugus legitimasi yang dimiliki oleh agen.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Martono, Nanang. 2011. Sosiologi Perubahan Sosial: Perspektif Klasik, Modern, Posmodern, dan Poskolonial. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Wadi dan Mudzakkir. 2013. Strukturasi Perubahan Pendidikan Pesantren di Madura (Fenomena Perubahan Pendidikan Pesantren Darussalam Al-Faisholiyah di Sampang Madura). Artikel. Paradigma. Volume 01 Nomor 03 Tahun 2013

Yudomahendro. 2012. Strukturalisme dan Post-strukturalisme. Online. https://yudomahendro.wordpress.com/2012/04/18/strukturalisme-dan-post-strukturalisme/

http://sosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/TEORI%20SOSIOLOGI%20MODERN.pdf

 


1 comment: