a.
Pengertian
Integrasi Sosial Asimilasi
Integrasi
sosial menurut Luth dan Fernandez (2006:62) adalah “Suatu proses penyesuaian di
antara unsur-unsur yang saling berbeda yang ada dalam kehidupan sosial sehingga
menghasilkan suatu pola kehidupan yang serasi fungsinya bagi kelompok
masyarakat tersebut”. Sedangkan integrasi sosial yang dikemukan oleh Setiadi
dan Kolip (2011:387) bahwa:
Di
dalam masyarakat selalu terdiri atas unsur-unsur yang antara satu dengan
lainnya terdapat perbedaan seperti perbedaan kedudukan sosial, suku, ras,
agama, bahasa, dan kebudayaan. Agar setiap perbedaan itu dapat hidup
berdampingan, maka perlu untuk menyelaraskan berbagai perbedaan tersebut agar
dapat tercapai kesatuan kehidupan dalam suatu wadah baik dalam wadah organisasi
asosiatif sosial maupun asosiatif yang lebih besa yang disebut negara.
Asimilasi
menurut Soekanto dan Sulistyowati (2013:73) adalah “Usaha-usaha untuk
mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang perorangan ataupun
kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi
kesatuan tindakan, sikap dan proses mental dengan memperhatikan
kepentingan-kepentingan bersama”. Indianto Muin (2013:68) menyatakan asimilasi
merupakan “Usaha untuk mengurangi perbedaan dalam masyarakat, dengan mempererat
kesatuan tindakan, sikap, dan perasaan menuju tujuan bersama”.
b.
Bentuk-bentuk
Integrasi Sosial
Integrasi
sosial dalam kehidupan kelompok masyarakat merupakan hubungan yang terjalin
antara golongan-golongan, kelompok, dan pranata-pranata sosial. Maryati dan
Suryawati (2007:65) mengidentifikasi bentuk-bentuk integrasi sosial sebagai
berikut:
1)
Integrasi
Normatif
Integrasi normative dapat diartikan
sebagai bentuk integrasi yang terjadi akibat adanya norma-norma yang berlaku di
masyarakat. Dalam hal ini, norma merupakan hal yang mampu mempersatukan
masyarakat.
2)
Integrasi
Fungsional
Integrasi fungsional terbentuk karena
ada fungsi-fungsi tertentu dalam masyarakat. Sebuah integrasi dapat terbentuk
dengan mengedepankan fungsi dari masing-masing pihak yang ada dalam sebuah
masyarakat.
3)
Integrasi
koersif
Integrasi koersif terbentuk berdasarkan
kekuasaan yang dimiliki penguasa. Dalam hal ini penguasa menerapkan cara-cara
koersif (kekerasan).
Sedangkan
menurut Setiadi dan Kolip (2011:389-392) ada 6 macam bentuk integrasi sosial,
diantaranya:
1)
Integrasi
Keluarga
Didalam kehidupan keluarga terdapat
anggota keluarga yang antara anggota satu dan lainnya memiliki peranan dan
fungsi yang berbeda. Integrasi keluarga akan tercapai jika antar-anggota
keluarga satu dan lainnya menjalankan kedudukan, peran atau fungsinya. Apabila
antar-anggota keluarga sudah tidak lagi memerankan peranannya sesuai dengan
kedudukannya, maka keluarga tersebut, sudah dianggap tidak terintegrasi lagi.
2)
Integrasi
Kekerabatan
Yang dimaksud
dengan kekerabatan adalah hubungan sosial yang diikat oleh pertalian darah dan
hubungan perkawinan sehingga menghasilkan nilai-nilai, norma-norma, keududukan
serta peranan sosial yang diakui dan ditaati bersama oleh seluruh anggota
kekerabatan yang ada. Integrasi antar-anggota kekerabatan akan terjadi jika
masing-masing anggota kerabat yang ada mematuhi norma-norma dan nilai-nilai yang
berlaku didalam sistem kekerabatan tersebut. Jika dalam sistem kekerabatan
tersebut terdapat beberapa anggota kekerabatan yang tidak mematuhi nilai-nilai
dan norma-norma yang berlaku didalamnya maka sistem kekerabatan teresebut
dinyatakan tidak terintegrasi lagi.
3)
Integrasi
Asosiasi (Perkumpulan)
Asosiasi adalah satuan sosial yang
ditandai oleh adanya kesamaan kepentingan, atau dengan lain perkataan dapat
dikatakan bahwa asosiasi merupakan perkumpulan yang didirikan oleh orang-orang
yang memiliki kesamaan minat, tujuan, kepentingan, dan kegemaran. Integrasi
asosiasi akan tercapai jika minat, tujuan, kepentingan dan kegemaran yang
diperjuangkan tersebut dapat tercapai, sebaliknya jika minat, tujuan,
kepentingan dan kegemaran tersebut tidak berhasil diperjuangkan, maka integrasi
asosiasi tersebut tidak terintegrasi lagi.
4)
Integrasi
Masyarakat
Integrasi
masyarakat akan tercapai jika kehidupan masyarakat tersebut telah terpenuhi
semua unsur-unsur yang disebutkan tadi, sebaliknya jika salah satu unsur-unsur
yang terdapat di dalam mayarakat
tersebut dapat dikatakan tidak terintegrasi lagi.
5)
Integrasi
Suku Bangsa
Suku bangsa adalah golongan sosial yang
dibedakan dari golongan-golongan sosial lainnya karena memiliki ciri-ciri yang
mendasar dan umum dengan asal-usul dan tempat asal kebudayaan. Suku bangsa
dikatakan terintegrasi jika sifat-sifat yang dimiliki oleh masing-masing
anggotanya sebagai kesatuan kelompok, akan tetapi jika identitas kelompok lain
maka keadaan ini disebut tidak terintegrasi.
6)
Integrasi
Bangsa
Menurut Ernestt Renan (dalam Setiadi dan
Kolip, 2011: 391-392) lebih menekankan pada bahwa bangsa terbentu dari
orang-orang yang memiliki latar belakang sejarah, pengalaman sejarah, dan
perjuangan hasrat untuk bersatu. Indonesia sebagai negara yang menganut asas
pluralisme terdiri atas berbagai elemen bangsa membentuk ikatan bersama karena
memiliki kesamaan sejarah, yaitu sama-sama sebagai bekas dijajah oleh Belanda.
c.
Proses
Integrasi Sosial
Integrasi
sosial sebagai sebuah proses dapat dicapai karena adanya berbagai faktor
internal dan eksternal yang mendorong proses tersebut. Maryati dan Suryawati
(2007:66) proses integrasi sosial, diantaranya:
1)
Asimilasi
Asimilasi menurut Soekanto dan
Sulistyowati (2013:73) merupakan suatu usaha-usaha untuk mengurangi
perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang-perorangan atau
kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindakan, sikap,
dan proses mental dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan dan tujuan
bersama. Adapun faktor pendorong asimilasi diantaranya:
(a)
Toleransi
terhadap kelompok-kelompok manusia dengan kebudayaan yang berbeda. Toleransi
yang mendorong terjadinya komunikasi yang efektif antara kebudayaan yang
berbeda akan mendorong terciptanya integrasi diantara mereka.
(b)
Tiap
individu dan kelompok memiliki kesempatan yang sama dalam ekonomi, terutama
dalam memenuhi kebutuhan akan barang dan jasa. Dengan demikian akan terjadi
perubahan dalam kedudukan tertentu atas dasar kemampuan dan jasa-jasanya.
(c)
Diperlukan
sikap saling menghargai didalam kebudayaan yang didukung oleh masyarakat lain.
Masing-masing pihak mengakui kelemahan-kelemahan dan kelebihan-kelebihan
kebudayaan masing-masing. Hal ini akan mendekatkan anggota-anggota masyarakat
yang menjadi anggota kebudayaan tersebut.
(d)
Sikap
terbuka dari golongan yang berkuasa di masyarakat dengan memberikan kesempatan
pada golongan minoritas untuk memperoleh pendidikan, pemeliharaan kesehatan,
penggunaan fasilitas-fasilitas umum, dan partisipasi dalam politik.
(e)
Pengetahuan
tentang persamaan-persamaan unsur-unsur kebudayaan yang berlainan dengan
mendekatkan masyarakat pendukung kebudayaan yang satu dengan yang lainnya. Hal
ini juga dimaksudkan untuk menghilangkan prasangka-prasanga yang semula mungkin
ada di antara pendukung suatu kebudayaan tertentu.
(f)
Perkawinan
campur akan menyatukan dan mengurangi perbedaan-perbedaan antara warga dari
suatu golongan minoritas dan mayoritas.
2)
Akulturasi
Menurut Indianto Muin (2013:69) “Akulturasi
proses penerimaan dan pengolahan unsur-unsur kebudayaan asing menjadi bagian
dari kebudayaan suatu kelompok, tanpa menghilangkan kepribadian kebudayaan
asli”. kebudayaan asing akan relatif mudah diterima apabila memenuhi syarat sebagai
berikut:
(a)
tidak
adanya hambatan geografis, seperti daerah yang sulit dijangkau sehingga kontak
dengan masyarakat luar menjadi sukar.
(b)
kebudayaan
yang datang memberikan manfaat yang lebih besar bila dibandingkan dengan
kebudayaan yang lama.
(c)
adanya
kesiapan pengetahuan dan keterampilan tertentu.
Sedangkan proses integrasi sosial menurut Luth dan
Fernandez (2006:64) adalah sebagai berikut:
1)
Akomodasi
Dalam fase akomodasi ada usaha antara
pihak-pihak yang pada mulanya
bertentangan satu sama lain untuk mencari jalan penyelesaian terhadap
faktor-faktor yang menyebabkan adanya pertentangan.
2)
kerjasama
Setelah
langkah-langkah penyesuaian terlampaui, terbinalah kerjasama. Jika pekerjaan
bersama sudah cukup lama (tercapai kerjasama), kemungkinan integrasi semakin
meningkat.
3)
Koordinasi
Dengan
kebiasaan bekerjasama, lama kelamaan akan dicapai situasi dimaka kelompok
mengharapkan dan mempunyai kesediaan untuk terus bekerjasama. Maka, terwujudlah
fase koordinasi.
4)
Asimilasi
Dalam fase asimilasi, terjadi proses
identifikasi kepentingan dan pandangan kelompok. Proses asimilasi merupakan
proses dua arah (timbal-balik) karena menyangkut pihak yang diintegrasikan dan
kelompok atau anggota lain yang mengintegrasikan diri. Individu atau kelompok
pendatang harus dapat menerima unsur-unsur budaya baru. Sebaliknya dari
kelompok penerima diperlukan pula pengakuan bahwa individu atau kelompok
pendatang sudah lama dengan dirinya, sehingga mereka sudah dianggap anggota
dalam (in group).
Berdasarkan
pendapat para ahli di atas, dapat penulis simpulkan bahwa proses integrasi
sosial meliputi proses asimilasi, akulturasi, akomodasi, kerjasama, dan
koordinasi.
d.
Syarat
Integrasi Sosial
Suatu
integrasi sosial akan terbentuk apabila sebagian besar anggota kelompok
masyarakat sepakat mengenai struktur kemasyarakatan yang dibangun termasuk
nilai-nilai, norma-norma, termasuk pranata-pranata sosial. Menurut William F.
Ogburn dan Meyer Nimkoff (dalam Maryati dan Suryawati, 2007:63) syarat
terjadinya integrasi sosial adalah sebagai berikut.
1)
Anggota-anggota
masyarakat merasa bahwa mereka berhasil saling mengisi kebutuhan-kebutuhan
mereka. hal itu berarti kebutuhan fisik dan kebutuhan sosialnya dapat dipenuhi
oleh sistem sosial mereka. terpenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial tersebut
menyebabkan mereka saling menjaga keterikatan antara satu dengan yang lainnya.
2)
Masyarakat
berhasil menciptakan kesepakatan (consensus)
bersama mengenai norma dan nilai-nilai sosial yang dilestarikan dan dijadikan
pedoman dalam berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, termasuk
menyepakati hal-hal yang dilarang dalam kebudayaannya,
3)
Norma-norma
dan nilai sosial itu berlaku cukup lama tidak mudah berubah, dan dijalankan
secara konsisten oleh seluruh anggota dalam kelompok masyarakat.
Menurut Luth dan Fernandez (2006:63) syarat
integrasi sosial adalah sebagai berikut:
1)
Anggota
masyarakat merasa bahwa mereka berhasil mengisi kebutuhan satu sama lain.
mereka merasa bahwa keberuntungan yang mereka peroleh dari kelompoknya masih
lebih besar dari ruginya, sehingga dengan sendirinya anggota akan tetap tinggal
di dalam kelompok yang bersangkutan.
2)
Persesuaian
paham tentang norma-norma dan nilai-nilai sosial. Jika tercapai konsensus
mengenai norma-norma, maka kehidupan di dalam kelompok akan stabil dan
orang-orang akan lebih suka tinggal di dalam kelompoknya.
3)
norma-norma
cukup konsisten dan tidak berubah-ubah. Artinya, norma yang konsisten akan
membentuk struktur yang jelas. Orang lebih suka tinggal di dalam kelompoknya
karena stabilitas kelompok dan kelangsungan hidup kelompok akan lebih terjamin
jika dibandingkan dengan norma-norma yang berubah-ubah.
e.
Faktor-faktor
Pendorong Integrasi Sosial
Integrasi
sosial, sebagai sebuah proses sosial, dapat dicapai karena adanya berbagai
faktor internal dan eksternal yang mendorong proses tersebut. Maryati dan
Suryawati (2007:67) faktor-faktor pendorong integrasi sosial adalah sebagai
berikut:
1)
Toleransi
terhadap kelompok-kelompok manusia dengan kebudayaan yang berbeda. Toleransi
yang mendorong terjadinya komunikasi yang efektif antara kebudayaan yang
berbeda akan mendorong terciptanya integrasi diantara mereka.
2)
Tiap
individu dan kelompok memiliki kesempatan yang sama dalam ekonomi, terutama
dalam memenuhi kebutuhan akan barang dan jasa. Dengan demikian akan terjadi
perubahan dalam kedudukan tertentu atas dasar kemampuan dan jasa-jasanya.
3)
Diperlukan
sikap saling menghargai didalam kebudayaan yang didukung oleh masyarakat lain.
Masing-masing pihak mengakui kelemahan-kelemahan dan kelebihan-kelebihan
kebudayaan masing-masing. Hal ini akan mendekatkan anggota-anggota masyarakat
yang menjadi anggota kebudayaan tersebut.
4)
Sikap
terbuka dari golongan yang berkuasa di masyarakat dengan memberikan kesempatan
pada golongan minoritas untuk memperoleh pendidikan, pemeliharaan kesehatan,
penggunaan fasilitas-fasilitas umum, dan partisipasi dalam politik.
5)
Pengetahuan
tentang persamaan-persamaan unsur-unsur kebudayaan yang berlainan dengan
mendekatkan masyarakat pendukung kebudayaan yang satu dengan yang lainnya. Hal
ini juga dimaksudkan untuk menghilangkan prasangka-prasanga yang semula mungkin
ada di antara pendukung suatu kebudayaan tertentu.
6)
Perkawinan
campur akan menyatukan dan mengurangi perbedaan-perbedaan antara warga dari
suatu golongan minoritas dan mayoritas.
Sedangkan
menurut Setiadi dan Kolip (2011: 392-396) faktor pendorong integrasi sosial adalah
sebagai berikut.
1)
Primordial
Identitas
bersama komunitas dapat terbentuk karena adanya ikatan keaslian kedaerahan,
kekerabatan, kebersamaan suku, ras, tempat tinggal, bahasa, dan adat istiadat.
Pembentukan identitas bersama dalam masyarakat, suku bangsa, bangsa, hingga
negara, akan mengalami kesukaran jika masyarakat bersifat majemuk dan plural.
2)
Tokoh
integrasi
sosial bisa tercipta mana kala dalam suatu masyarakat terdapat seseorang atau
beberapa tokoh pemimpin yang disegani dan dihormati karena kepemimpinannya yang
bersifat karismatik.
3)
Bhineka
Tunggal Ika
Bhineka
tunggal ika dilihat sebagai pemersatu suku bangsa yang majemuk untuk mencapai
integritas suatu bangsa. Dalam konsep ini biasanya suatu bangsa dalam suatu negara
terdiri atas kelompok-kelompok atas dasar suku, agama, ras, dan antara golongan
yang tersegmentasi ke dalam kelompok-kelompok yang antara kelompok satu dan
lainnya tidak saling melengkapi akan tetapi justru lebih bersifat kompotitif.
4)
Homogenitas
Kelompok
Dalam
kelompok atau masyarakat yang tingkat kemajuannya rendah, integrasi sosial akan
mudah dicapai. Sebaliknya dalam kelompok atau masyarakat majemuk, integrasi
sosial akan sulit dicapai dan memakan waktu yang sangat lama.
5)
Besar
Kecilnya Kelompok
Pada
umumnya dikelompok kecil, tingkat kemajemukan anggotanya relatif rendah
sehingga integrasi sosialnya akan lebih mudah dicapai. Hal ini disebabkan,
dalam kelompok kecil, hubungan sosial antar anggotanya terjadi secara intensif
sehingga komunikasi dan tukar-menukar budaya akan semakin cepat.
6)
Mobilitas
Geografis
Anggota
kelompok yang baru datang tentu harus menyesuaikan diri dengan identitas
masyarakat yang ditujunya. Namun, semakin sering anggota masyarakat datang dan
pergi, akan semakin sulit pula proses integrasi sosail. Sementara itu dalam
masyarakat yang mobilitasnya rendah seperti daerah atau suku terisolasi,
integrasi sosial dapat cepat terjadi.
7)
Efektifitas
Komunikasi
Efektifitas
komunikasi yang baik dalam masyarakat juga akan mempercepat integrasi sosial.
Semakin efektif komunikasi berlangsung, semakin cepat integrasi anggota-anggota
masyarakat tercapai.
Berdasarkan
pemaparan diatas, maka faktor-faktor pendorong integrasi sosial meliputi:
toleransi, keseimbangan ekonomi, sikap menghargai, keterbukaan, persamaan
unsur-unsur kebudayaan, perkawinan campur, primordial, tokoh, bhineka tunggal
ika, homogenitas kelompok, besar kecilnya kelompok, mobilitas geografis, serta
efektivitas dan efisiensi komunikasi.