Monday, October 17, 2022

KONFLIK DALAM PANDANGAN LEWIS A. COSER


sumber: sosiologi79

A.           BIOGRAFI LEWIS A. COSER

Pemilik nama lengkap Lewis Alfred Coser lahir di Berlin, Jerman pada tanggal 27  November 1913. Ia lahir dalam keluarga borjuis Yahudi dari orang tua Margarete dan Marti Coser. Pada masa remajanya ia sudah bergabung dengan gerakan sosialis dan meskipun bukan murid yang luar biasa dan tidak rajin sekolah tetapi ia tetap membaca voluminously sendiri[1].

Ketika Hitler berkuasa di Jerman, Coser melarikan diri ke Paris. Ia bekerja serabutan untuk mempertahankan eksistensi dirinya. Ia menjadi aktif dalam gerakan sosialis, bergabung dengan beberapa kelompok-kelompok radikal, termasuk organisasi Trotskyis yang disebut "The Spark”[2]. Pada tahun 1936 dia terdaftar di Sorbonne sebagai mahasiswa sastra komparatif, lalu fokus untuk belajar sosiologi. Ia akhirnya mampu mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, menjadi seorang ahli statistik untuk perusahaan broker Amerika.

Pada tahun 1942 Coser menikah dengan Rose Laub dan dikaruniai dua orang anak, Ellen dan Steven. Tahun 1948, setelah menyelesaikan pasca-sarjana di Columbia University, Coser menerima posisi sebagai tenaga pengajar ilmu sosial di Universitas Chicago. Ia juga menjadi warga negara AS naturalisasi. Coser kembali ke Universitas Columbia untuk melanjutkan studinya dan menerima gelar doktor pada tahun 1954. Ia diminta oleh Brandeis University di Waltham, Massachusetts AS sebagai seorang dosen dan kemudian sebagai profesor sosiologi.

Dia tetap menjadi mendapat gelar Guru Besar di Brandeis, dan dianggap sebagai surga bagi kaum liberal sampai tahun 1968. Buku Coser tentang Fungsi Konflik Sosial adalah hasil dari disertasi doktoralnya. Karya-karya lainnya antara lain adalah; Partai Komunis Amerika: A Critical History (1957), Men of Ideas (1965), Continues in the Study of Sosial Conflict (1967), Master of Sosiological Thought (1971) dan beberapa buku lainnya di samping sebagai editor maupun distributor publikasi. Coser meninggal pada tanggal 8 Juli 2003, di Cambridge, Massachusetts dalam usia 89 tahun.

B.            ESENSI PEMIKIRAN LEWIS COSER

Teori konflik sosial merupakan salah satu teori yang populer pada tahun 1950-an di Amerika. Secara umum, teori konflik merupakan sekumpulan teori yang menjelaskan tentang peranan konflik baik secara negative maupun positif dalam kehidupan sosial masyarakat. Teori konflik melihat terjadinya ketidakserasian dalam masyarakat. Tokoh teori konflik antara lain Karl Marx, Ralf Dahrendorf, Lewis A. Coser, Max Weber, George Simmel.

The Function Of Social Conflict adalah karya Lewis Coser yang paling terkenal terbitan tahun 1956. Dalam buku tersebut, Lewis Coser memusatkan perhatiannya pada fungsi-fungsi dari konflik. Coser berpendapat bahwa konflik sosial merupakan upaya memperjuangkan pengakuan dan nilai yang sifatnya langka.[3]

Dalam pandangan teori konflik Coser, masyarakat berada dalam kondisi yang damai, tentram, aman, bersatu tanpa adanya konflik satu pun. Salah satu hal yang membedakan pandangan Lewis Coser dengan para tokoh lainnya adalah Lewis Coser menekankan pentingnya konflik untuk mempertahankan keutuhan kelompok, dan dampak positif konflik yang berpotensi menguntungkan. Bahkan Lewis Coser mengkritik dan menolak pandangan sosiolog Amerika Serikat yang memiliki persepsi buruk terhadap fungsi dan konsep konflik sosial.

Coser juga memberikan tawaran melalui pokok teori konflik, yaitu Katup penyelamat (savety valve). Katup penyelamat ini menjadi salah satu mekanisme khusus yang dapat dipakai untuk mempertahankan kelompok dari kemungkinan konflik sosial[4]. Katup penyelamat mengatur apabila terjadi konflik tidak merusak semua struktur yang ada. Katup penyelamat membantu memperbaiki keadaan suatu kelompok yang mengalami konflik. Dengan demikian institusi katup penyelamat memungkinkan pengungkapan rasa tidak puas terhadap struktur.

Coser memandang konflik sebagai sebuah perjuangan atas nilai-nilai dalam menuntut status kekuasaan serta sumber-sumber yang menetralisir misi musuh atau lawan dalam melukai kompetitornya[5]. Analisa Coser tentang fungsi dari konflik sosial dipandang sebagai solusi terhadap perspektif-perspektif teori konflik yang sifatnya radikal yang diusung dalam pandangan Marxis.

Teori konflik yang digagas oleh Coser bersifat naturalis dan menjadi teori yang modern. Coser lebih fokus pada fungsi yang berpengaruh positif dari pada disfungsional konflik. Coser berpendapat bahwa tidak selamanya konflik berkonotasi negatif, sebaliknya konflik sosial dapat menjadikan penguat kelompok sosial tertutup[6]. Dalam masyarakat tertentu secara internal bisa menampakkan kecenderungan disintegrasi, namun konflik dengan masyarakat lain dapat memulihkan integrasi internal tersebut. Konflik dengan sebuah kelompok mungkin membantu menghasilkan keserasian karena ada serangkaian pertikaian dengan kelompok-kelompok lain.

Coser membagi konflik menjadi dua tipe, yakni konflik realistik dan konflik nonrealistik[7]. Konflik realistik bersifat material atau memiliki sumber yang konkret. Misalnya, perebutan wilayah atau sumber ekonomi. Jika salah satu dari mereka memperoleh sumber rebutan itu, dan memperolehnya tanpa adanya perkelahian maka konflik tersebut segera terselesaikan. Sedangkan konflik nonrealistik cenderung bersifat ideologis dan di dorong oleh keinginan yang tidak rasional. Misalnya, konflik antar-etnis, antar-agama, antar-kepercayaan atau yang lainnya. Konflik non-realistik menjadi salah satu cara untuk menurunkan sebuah ketegangan atau mempertegas identitas satu kelompok[8]. Konflik non-realistik ini cenderung sulit untuk menemukan resolusi.

Kesimpulan dari teori konflik menurut Lewis A. Coser bahwa Coser melihat konflik dari segi positif. Bagi Coser konflik tidak selamanya berkonotasi negatif, sebaliknya konflik sosial dapat menjadikan penguat kelompok sosial. Selain itu, untuk mendukung perspektifnya Coser memberi tawaran berupa katup penyelamat bila terjadi konflik. Katup penyelamat mengatur dan membantu bila terjadi konflik agar tidak merusak seluruh struktur yang ada. 

C.           IMPLEMENTASI KONFLIK MENURUT COSER

Konflik merupakan suatu gejala dalam kehidupan manusia yang tidak dapat di hindari. Namun konflik bukan suatu hal yang tidak dapat diselesaikan. Dengan adanya konflik masing-masing individu atau kelompok dapat berjuang membangun kerja sama untuk mempertahankan kesatuan dan integritas sebagai anggota yang paling istimewa di antara yang lain[9].

Selain itu, konflik juga dapat merubah cara pandang seseorang yang sebelumnya pesimis menjadi lebih optimis untuk bersatu dengan kelompok yang lain sehingga konflik tersebut dapat memberi keuntungan bagi sistem yang bersangkutan. Perubahan sosial yang diakibatkan oleh konflik menjadi fungsi positif terhadap masyarakat[10].

Adapun contoh fungsi konflik menurut Coser contohnya pada pendukung sepakbola. Dalam kasus rivalitas supporter, konflik menjadi motivasi untuk meningkatkan persatuan antar supporter dalam mendukung klub sepakbola jagoannya. Konflik membuat masing-masing anggota supporter menjadi sadar akan perannya, sehingga meningkatkan keaktifan mereka. Hal inilah yang menurut Coser, konflik sebagai sistem sosial berperan untuk menyatukan dan mempertegas identitas supporter. Konflik ini meningkatkan hubungan kelompok sehingga menjadi eksis dan kompak.

Konflik yang terjadi antara rival supporter sepakbola juga membuat kedua kelompok membentuk posisi ketua, koordinator lapangan, dan divisi lain pada saat pertandingan berlangsung. Coser juga mengatakan kelompok memelihara konflik dan katup penyelamat. Katup penyelamat digunakan untuk mencegah konflik menjadi besar yang dapat merusak struktur secara keseluruhan. 

Bila sudah terjadi konflik, katup penyelamat dapat menghambat pertikaian atau permusuhan, mengurangi tekanan dalam menyempurnakan sistem untuk memenuhi kondisi-kondisi yang sedang berubah maupun membendung ketegangan dalam diri individu. Dari contoh inilah sisi positif konflik diperlihatkan. Karena bagi Coser konflik tidak hanya berdampak negative tapi juga berdampak positif.



[1] Khusniati Rofiah. 2016. Dinamika Relasi Muhammadiyah dan NU Dalam Perspektif Teori Konflik Fungsional Lewis A. Coser. KALAM. Volume 10, No. 2, Desember 2016, halaman 469 – 490

[2] Saud. Muhammad Yamin dkk. 2020. Teori-teori Sosial dan Kearifan Budaya Lokal Dalam Perspektif Perencanaan. Cetakan Pertama. Repository unhas.

http://repository.unhas.ac.id/id/eprint/10100/2/TTSdKBLdPP.pdf

[3] Ali Mursyid Azisi. 2021. Studi Komparatif Teori Konflik Johan Galtung dan Lewis A. Coser. Jurnal Yaqzhan, Vol. 07 No. 02, Desember 2021

[4] Limas Dodi. 2017. Sentiment Ideology: Membaca Pemikiran Lewis A. Coser Dalam Teori Fungsional Tentang Konflik (Konsekuensi Logis Dari Sebuah Interaksi Di Antara Pihak Jamaah Ldiidengan Masyarakat Sekitar Gading Mangu-Perak-Jombang). Jurnal Al-‘Adl. Vol. 10 No. 1

[5] Dede Nova Andriyana. 2020. Konflik Sosial dalam Novel Tan Karya Hendri Teja Melalui Teori Konflik Lewis A. Coser. Piktorial: Jurnal Of Humanity, 110.

[6] Zainuddin Maliki. 2002. Narasi Agung Tiga Teori Sosial Hegemonik. Surabaya: LPAM. Hal.  210.

[7] Limas Dodi, 2017. Sentiment Ideology: Reading Lewis Thinking A. Coser in Functional Theory About The Conflict”, Jurnal Al-‘Adl, Vol. 10, No. 1 (Januari, 2017). hal. 107

[8] Dewi Wulansari. 2009.  Sosiologi Konsep dan Teori. Bandung: Refika Aditama. Halm 185.

[9] Anton Van Harskamp. 2005. Konflik-konflik dalam Ilmu Sosial, Terj. Bern Hidayat. Yogyakarta: Kanisius. Halm. 5.

[10] Nur Azizah. 2020. Pemikiran Kh. Zubair Muntashor Dan Kh. Shinwan Adra’ie Dalam Merespon Isu Bidah Di Bangkalan Madura (Analisis Teori Konflik Sosial Lewis Alfred Coser). Skripsi. Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Thursday, October 13, 2022

TEORI INTERAKSONAL SIMBOLIK DAN CONTOH PENERAPANNYA

A.            ESENSI TEORI INTERAKSONAL SIMBOLIK

Dalam studi sosial, interaksionisme simbolik dianggap sebagai pendatang baru. Sebagian ahli sosial meragukan kebsahannya sebagai pisau analisis dan sebagian lagi mengatakan bahwa teori ini telah berhasil mengkaji perilaku sosial dalam sosiologi. Teori interaksionisme simbolik berada di bawah payung perspektif fenomenologis. Perspektif fenomenologis menganggap bahwa kesadaran manusia dan makna subjektif sebagai fokus untuk memahami tindakan sosial budaya. Artinya subject matter sosiologi adalah tindakan sosial yang penuh arti (makna) yaitu tindakan individu yang mempunyai makna atau arti subjektif bagi dirinya dan diarahkan kepada orang lain.

Makna dalam interaksional simbolik sebagai sebuah konsep komunikasi, mencakup lebih dari pada sekedar penafsiran, atau pemahaman seorang individu saja. Kekhasan interaksionisme simbolik adalah manusia saling menterjemahkan dan saling mendefenisikan tindakannnya melalui simbol-simbol yang muncul untuk memahami maknanya.

Makna merupakan sesuatu yang dipahami individu dari sesuatu pesan. Pesan tersebut dapat memiliki lebih dari satu makna dan bahkan banyak makna. Tanpa berbagi makna, individu mengalami kesulitan menggunakan bahasa yang sama dalam menginterpretasikan suatu kejadian yang sama[1].

Ciri khas manusia dalam berinteraksi adalah komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna. Simbol dan makna merupakan dua entitas yang sama-sama tidak bisa dipisahkan. Simbol dan makna menjadi penting ketika individu melakukan interaksi dengan individu lainnya. Sehingga tanpa simbol dan makna akan berdampak pada kebuntuan individu dalam menyampaikan pesan yang mau disampaikan pada individu lainnya. Dengan demikian, simbol merupakan media primer dalam proses komunikasi yang dapat berupa: bahasa, isyarat, warna, dan lain sebagainya.

Makna dalam interaksional simbolik berasal dari proses interpretasi seseorang terhadap objek di luar dirinya ketika interaksi sosial sedang berlangsung. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada skema berikut:

         Gambar 2.1 Skema Interaksionisme Simbolik

  

Jika individu menafsirkan makna dari sebuah simbol, berarti ia memikirkan sebagaimana respon terhadap simbol, sehingga hubungan komunikasi yang terjadi tidak mengalami kebuntuan.

 

Sumber: hetanews.com[2]

Tanda ini merupakan simbol dan disepakati maknanya berupa larangan parkir.

Ketika melihat rambu (stimulus), Individu menafsikan maknanya dan merespon dengan tidak parkir di area tersebut.

 

B.            TOKOH -TOKOH TEORI INTERAKSONAL SIMBOLIK

1.             GEORGE HERBERT MEAD

Tokoh Sosiolog dari Amerika ini memperkenalkan konsep diri:  Me (objek) dan I (subjek). “Me” adalah sosok saya sendiri sebagai mana yang dilihat oleh orang lain. Sedangkan “I” adalah bagian yang memperhatikan diri saya sendiri. Jika diri hanya mengandung “Me”, maka diri hanya menjadi agen masyarakat. Fungsi kita hanyalah memenuhi perkiraan dan harapan orang lain. Jika diri mengadung “I” maka merujuk pada aspek diri yang aktif dan mengikuti gerak hati[3]. Dalam hal ini Mead menyebutkan bahwa seseorang dalam membentuk konsep dirinya dilakukan dengan melihat perspektif orang lain dan melihat dirinya sendiri sebagai objek.

Konsep diri menurut Mead dipengaruhi oleh orang terdekat (significant others) dan kelompok rujukan (reference group)[4]. Pada hakikatnya, diri (self) akan terus menerus menanggapi stimulus dari dalam dan luar diri. Tindakan Diri juga dipengaruhi oleh hal-hal dari luar seperti aturan, nilai-nilai, norma-norma dan budaya setempat dimana ia berada.

Sebagai contoh: kita bisa menemukan konsep diri ketika berada dalam suatu lingkungan masyarakat atau kelompok mikro yang lebih kecil. Jadi di dalam suatu lingkungan masyarakat, kita akan mengamati proses-proses sosial yang terjadi. Kemudian kita akan mengambil sikap-sikap orang lain secara sadar dan kemudian menyesuaikan dengan keadaan sosial yang ada[5].

 

Diri dibentuk dari penilaian, pandangan, dan perasaan individu mengenai dirinya dalam proses interaksi sosial. Ini membuktikan bahwa diri memiliki kemampuan menanggapi diri secara sadar. Diri melakukan tindakan tersebut secara tersembunyi maupun terbuka. Tindakan tersebut merupakan pengalaman individu sendiri sehingga diri menemukan perhatian, persepsi, imajinasi, emosi, dan lainnya.

 

2.             CHARLES HORTON COOLEY

Konsep diri menurut Cooley bahwa seseorang berkembang melalui interaksi dengan orang lain. Cooley menyebutnya sebagai the looking-glass self. Konsep the looking glass self memberikan gambaran bahwa konsep diri terbentuk dari bayangan kembar (diri individu dalam cermin) yang berasal dari hubungan sosial, kesan diri, yang termanifestasikan melalui interaksi manusia.

Diri bisa membayangkan bagaimana ia seharusnya tampil di hadapan orang lain. Diri juga membayangkan bagaimana penilaian orang lain terhadap penampilannya sehingga ia dapat mengembangkan perasaan tertentu sebagai akibat dari bayangan diri terhadap perasaan oran lain. Diri di antara individu-individu lain berinteraksi dalam suatu kelompok masyarakat, menciptakan simbol[6].

 




Sumber: writerscafe.org[7]

 

Bisa dikatakan konsep the looking glass self, siapa anda, dan bagaimana anda berpikir tentang diri sendiri, erat kaitannya dengan penilaiaan orang lain.

 

3.             HERBERT BLUMER

Herbert Blumer melanjutkan studi yang telah dilakukan oleh gurunya yakni George Herbert Mead. Bagi Blumer manusia bertindak bukan hanya karena faktor eksternal dan internal saja, namun individu juga melakukan self indication atau memberi arti, menilai, memutuskan untuk bertindak berdasarkan referensi yang mengelilinginya tersebut. Beberapa penulis menyebutkan bahwa yang menciptakan istilah interaksionisme simbolik (symbolic interactionism) adalah Blumer[8]. Pokok pikiran Blumer diantaranya:

 


Premis interaksional simbolik menurut Blumer

 

Bagi Blumer, Esensi  masyarakat harus  ditemukan  pada  diri  invididu  dan  tindakannya. Masyarakat  melakukan tindakan  dan kehidupan  kelompok  merupakan  aktivitas  kompleks  yang harus  terus berlangsung.  Tindakan  yang  dilakukan  oleh  individu  itu  tidak hanya bagi dirinya sendiri, tetapi juga merupakan tindakan bersama, atau oleh Mead disebut tindakan sosial[9].

4.             ERVING GOFFMAN

Bagi goffman individu tidak hanya bermain peran melainkan individu bergantung pada orang lain untuk melengkapkan citra diri. Dengan kata lain, diri bukanlah sesuatu yang dimiliki individu tetapi yang disematkan orang lain kepadanya. Goffman mengasumsikan bahwa ketika orang-orang berinteraksi, mereka ingin menyajikan gambaran diri yang akan diterima orang lain.

Goffman menyebutnya sebagai pengelolaan kesan (impression management) yaitu cara yang digunakan individu untuk memberi kesan tertentu dalam situasi tertentu dengan maksud untuk mencapai tujuan tertentu. Pengelolaan kesan dapat dilihat dari aktivitas atau  atribut yang ditampilkan individu seperti, busana yang dipakai, rumah yang dihuni, cara berjalan dan berbicara, cara menghabiskan waktu luang, dan pekerjaan yang kita lakukan.

Dalam menampilkan citra diri, individu membagi kehidupan sosialnya menjadi panggung depan dan panggung belakang. Panggung depan memungkinkan individu bergaya atau menampilkan peran formalnya. Sedang panggung belakang menunjukkan tempat dan peristiwa yang memungkinkan individu mempersiapkan perannya di panggung depan. Panggung depan (front stage) ibarat panggung sandiwara yang ditonton banyak orang, sedangkan panggung belakang (back stage) ibarat tempat individu bersantai, mempersiapkan diri, atau berlatih untuk memainkan perannya di panggung depan.

Dari pandangan interaksional simbolik, dalam berinteraksi manusia juga menggunakan simbol. Manusia menginterpretasi situasi dengan pikiran (mind). Manusia menggunakan pikiran untuk menempatkan diri di dalam posisi orang lain agar penggunaan simbol mempunyai makna sosial yang sama. Dengan demikian manusia mampu menafsirkan arti dari suatu pikiran dengan tepat. Kemampuan tersebut diekspresikan melalui bahasa, baik bahasa verbal maupun non-verbal, yang disebut sebagai simbol. Serupa dengan pikiran manusia, diri (self) juga merupakan suatu proses sadar yang memiliki beberapa kemampuan yang terus berkembang melalui interaksi dengan individu lain.

C.           PENGGUNAAN EMOJI DALAM PESAN WHATSAPP

Seiring berkembangnya teknologi, komunikasi dan informatika membuat masyarakat menjadi mudah dalam berkomunikasi. Salah satu yang paling sering kita gunakan adalah emoji. Emoji biasa digunakan dalam layanan pesan singkat yang berada dalam jangkauan jaringan internet (daring). Hal itu dapat dibuktikan dengan keadaan di era mobilisasi atau gadget seperti sekarang ini.

Saat ini kita lebih sering menggunakan layanan pesan singkat berbasis jaringan dibandingkan dengan sms. Hal tersebut dibuktikan dengan munculnya beragam aplikasi media sosial dan layanan pesan instan seperti Whatsapp, Instagram, Facebook, Telegram, Line, Wechat dan lainnya. Emoji memiliki prinsip utama yaitu untuk mengekspresikan emosi ataupun perasaan pengguna layanan pesan singkat tersebut untuk menyampaikan pesan kepada mitra atau penerima pesannya.

Dengan adanya emoji, kita secara tidak berkomunikasi melalui simbol yang telah kita buat. Kita dan teman interaksi sepakat dengan arti simbol yang dikirim. Jika emoji yang dikirim tidak kita pahami artinya maka kita akan mengalami kebuntuan komunikasi. Emoji sering digunakan dalam bersosial media baik membuat status, berkomentar, maupun mengirimkan pesan. Tentu dalam hal ini kita harus menggunakan emoji pada sasaran yang tepat.

Sebagai contoh, seorang siswa menyampaikan emoji kata “oke” kepada seorang guru. Emoji yang digunakan memiliki makna hormat, memberi hormat. Tentu ia akan memilih emoji yang pantas dan diterima makna yang sama oleh gurunya, sehingga maksud emoji juga memiliki makna yang sama.

Contoh kedua, misalnya kita menggunakan emoji love kepada teman artinya kita menyayangi teman kita. Beda lagi jika kita menggunakan emoji love kepada pasangan kita. Atau seseorang menggunakan emoji ketawa artinya untuk menertawakan hal lucu dalam pesan yang disampaikan.

Dari contoh ini dapat kita katakana bahwa penggunaan emoji dalam menyampaikan pesan telah kita mengerti maksudnya. Setiap simbol dari emoji mewakili kita dalam menyampaikan pesan.

 Nahhhh TEMANSOS ada yang sudah tau kah makna emoji yang kalian kirim saat berkomunikasi? Jangan sampai salah menyampaikan emoji, bisa berabe kalau maksudnya beda. 

EMOJI

NAMA EMOJI

MAKNA

Memeluk

Emoji ini sering diartikan sebagai tanda tepuk tangan.

Namun ternyata, ia merupakan ekspresi ketika kamu memeluk seseorang.

Bersiul

Menggambarkan jika kamu sedang menikmati suasana santai.

Senyum Terbalik

Menggambarkan reaksi atas lelucon aneh dan tidak lucu.

Monyet Menutup Mata

Mengungkapkan makna bahwa kamu tidak ingin melihat sebuah pesan yang dikirim. Hal ini seperti ekspresi takut dan seolah tidak ingin melihatnya.

Permohonan Maaf Atau Terima Kasih

 Memiliki arti permohonan maaf atau terima kasih—terutama saat makan—dalam budaya Jepang.

Meneteskan Air Mata

Terlihat seperti ekspresi menangis, tetapi sebetulnya mewakilkan perasaan kecewa atau kecil hati.

Jatuh Cinta

Makna dari emoji ini adalah penggambaran kagum akan sesuatu hal, bisa orang, pemandangan, atau cerita.

Tertawa Terpingkal-Pingkal

Emoji di disamping bukan menggambarkan perasaan sedih.

Malaikat

Malaikat menyimbolkan sumber kebaikan.

Cipratan Keringat

Gunakan emoji ini ketika kamu sudah selesai berolahraga atau setelah melakukan aktivitas yang berkeringat.

Akan tetapi, tidak jarang emoji di atas digunakan untuk mengekspresikan hal ambigu yang sifatnya ‘jorok’.

 

Bintang Jatuh

 Ekspresi bahwa kamu sedang pusing.

 

Sedang Lelah

Bermakna bahwa kamu sedang lelah.

 

 Pasrah

Bermakna kamu sedang pasrah dan ingin menangis.

Mengantuk

Memiliki arti bahwa kamu sedang mengantuk.

 

Menikmati Makanan

Bila kamu sedang menyantap hidangan enak, maka emoji ini tepat digunakan.

Menggerutu

Menggambarkan perasaan marah cukup banyak.

Mulut Tertutup Resleting

Menggambarkan bahwa kamu tak ingin menceritakan informasi rahasia yang sedang diminta.     

Jari Kuncup

Dikutip dari berbagai sumber, emoji jari terkuncup ternyata menggambarkan ekspresi tangan khas orang Italia.

Namun di beberapa negara, emoji ini memiliki banyak arti yang berbeda-beda.

Sedang Berpikir

Dipakai bila kamu sedang berpikir atau mencerna sebuah percakapan atau kamu sedang bingung dalam sebuah chat .

Hampa

Tak ingin membahas sebuah obrolan karena tidak tahu atau blank?

 Bermakna jika kamu tak dapat membahas sebuah obrolan karena tak tahu apa-apa.

Bersuka Cita

Arti emoji yang satu ini tengah bersuka cita atau merayakan hal-hal yang menyenangkan.

 

 Wajah Meringis

Menggambarkan keadaan grogi, canggung, atau rasa gugup.

 

Hubungi Saya, Ya!

Sebuah simbol ketika ada seseorang yang kurang nyaman untuk berbicara langsung.

 

Menguap

Tertarik dengan sesuatu hal, bosan, tidak mood, atau sedang mengantuk.

 

Wajah Bersin

Menunjukkan jika kamu sedang sakit, mengalami gejala flu, atau dalam kondisi kedinginan.


Wajah Tengkorak

Adalah simbol kematian dalam arti kiasan.

Semisal jika ada kejadian lucu, ekspresi wajah tengkorak bisa menggambarkan kamu tertawa ngakak sampai mau meninggal.

Atau dalam hal lain, ketika kamu mendapat tugas yang sangat berat sehingga terasa mau meninggal karena beban tersebut.

 

            Hallo TEMANSOS jangan sampai salah pakai emoji [10]love[11]  ya……..

WARNA EMOJI LOVE

MAKNA

 

Dianggap sebagai dukungan abadi, cinta platonis dan dapat dikirimkan serta diterima dari siapa saja untuk menunjukkan rasa empati.

 

Menandakan rasa solidaritas dan dukungan antar sesama golongan baik warna kulit atau lainnya.

 

Makna kelembutan. Digunakan dalam hubungan keluarga, persahabatan, atau hal romantis untuk hubungan pertemanan.

 

Berbasa-basi memuji orang lain. Emoji warna ini cocok sebagai sapaan kepada orang yang baru dikenal.

 

Lambang cinta yang penuh dengan belas kasih. Simbol hati ini melambangkan kasih sayang dan kepedulian yang biasanya dapat digunakan pada hari ibu, sebagai ungkapan perasaan antara orangtua dan anak.

Emoji ini diartikan sebagai simbol hati yang netral.
Digunakan ketika seseorang ingin berkirim pesan dengan saudara atau teman yang dapat dipercaya.

Mengekspresikan kesedihan, dark humor, kondisi tidak sejahtera secara fisik, mental, dan sosial.

 

Mengekspresikan perasaan cinta atau sekadar perasaan menyenangkan dan bersahabat.

 

Mengekspresikan rasa sakit yang dirasakan ketika kehilangan seseorang yang dicintai.

Makna hati yang lebih baru, bersih, sederhana dan suci.

Menunjukkan kebaikan dan kelembutan hati yang ingin kamu berikan kepada si penerima emoji tersebut. Emoji ini cocok untuk menunjukkan dukungan kepada orang yang kehilangan (meninggal).

Diartikan sebagai simbol jantung berdetak.
Mengekspresikan kegembiraan dari suatu aktivitas maupun peristiwa.

 

Pesan author jangan sampai salah kirim emoji love ke mantan deh, bisa lain tanggapannya nanti.

 


[1] Elbadiansyah, Umiarso. 2014. Interaksionisme Simbolik dari Era Klasik Hingga Modern. Jakarta : Rajawali Pers. Hal 188

[2] Tom. 2018. Ada rambu  Dilarang Parkir, Tapi Tetap Kutip Parkir dan Pakai Karcis Lagi. Online. https://www.hetanews.com/article/122573/ada-rambu-dilarang-parkir-tapi-tetap-kutip-parkir-dan-pakai-karcis-lagi

[3] Anonim. Interaksionalisme Simbolik George Herbert Mead. Online. http://digilib.uinsby.ac.id/4483/2/Bab%202.pdf hal. 39. (diakses pada 8 Oktober 2022)

[4] R Ratnawati. 2018. Tinjauan pustaka. Universitas Islam Riau. Repository. https://repository.uir.ac.id/3528/5/bab2.pdf

[5] Rizki Muhammad Iqbal. 2020. Mengenal Konsep Diri dari George Herbert Mead. Online. Kompasiana.com. https://www.kompasiana.com/rizki44886/5f9a7992c26b7770c812b0e2/mengenal-konsep-diri-dari-george-herbert-mead

[6] Laksmi. Teori Interaksionisme Simbolik dalam Kajian Ilmu Perpustakaan dan Informasi. PUSTABIBLIA: Journal of Library and Information Science. Volume 1, Number 1, December 2017. Hal 125

[7] Sofia Kioroglou. 2017. "The looking-glass self" by Sofia Kioroglou. online. https://www.writerscafe.org/writing/Sophie_Kioroglou/1981667/ (diakses pada 8 Oktober 2022).

[8] Redaksi. 2022. Teori Interaksionisme Simbolik Herbert Blumer : Profil, Perspektif, Contohnya. Online. https://www.sosiologi.info/2022/02/teori-interaksionisme-simbolik-herbert-blumer-profil-perspektif-contohnya.html (diakses pada 8 oktober 2022)

[9] Derung. Teresia Noiman. 2017. Interaksionisme Simbolik dalam Kehidupan Bermasyarakat. Jurnal Sapa Volume 2 Nomor 1 (2017). Hal. 127

[10] Lukita Wardani. 2021. 10 Arti Emoticon Love atau Hati Sesuai Warnanya. detik.com.  https://wolipop.detik.com/love/d-5532594/10-arti-emoticon-love-atau-hati-sesuai-warnanya. (diakses pada 12 Oktober 2022)

[11] Conney Stephanie. 2021. Arti Emoji Love Putih, Hitam, Biru, dan Warna-warna Lainnya. Kompas.com. https://tekno.kompas.com/read/2021/09/30/09330057/arti-emoji-love-putih-hitam-biru-dan-warna-warna-lainnya?page=3 (diakses pada 12 Oktober 2022)